• Tentang UGM
  • Faperta
  • DSSDI
  • Perpustakaan
  • LPPM
  • Languages
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
Fakultas Pertanian
Departemen Perikanan
  • Profil
    • Tentang Kami
    • Staff
    • Struktur Organisasi
    • Kerja Sama
  • Akademik
    • Program Studi Akuakultur
    • Program Studi Manajemen Sumberdaya Akuatik
    • Program Studi Teknologi Hasil Perikanan
    • Program Studi Magister Ilmu Perikanan
  • Berita
  • Fasilitas
    • Laboratorium
    • Inkubator Mina Bisnis
    • Unit Bisnis delifiZ
  • Kemahasiswaan
    • KMIP
    • Bahari Pers
    • Selam Perikanan
  • Beranda
  • Pos oleh
  • page. 4
Pos oleh :

Admin

Lomba Karya Tulis dalam Rangka Hari Nusantara 2011

Berita Thursday, 21 February 2013

Lomba Karya Tulis Dalam Rangka Hari Nusantara 2011 diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Tema : ” Melalui Peringatan Hari Nusantara, Kita Perkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa Dalam Wadah NKRI Dengan Meningkatkan Kemampuan Pertahanan Dalam Rangka Menuju Negara Maritim “

Pelaksanaan :

  1. Batas Pengiriman Naskah : 29 September 2011
  2. Pengumuman Pemenang : 25 Nopember 2011
  3. Penyerahan Hadiah : 13 Desember 2011
  4. Kententuan Pemenang : Diambil 4 Pemenang dari 10 Nominator

Kategori Peserta :

  1. Pelajar    :   SMA / SEDERAJAT
  2. Umum     :   Mahasiswa dan Masyarakat Umum, TNI, POLRI

Kriteria Penulisan:

  1. Orisinalitas : Tulisan merupakan hasil dari gagasan dan pikiran penulis dan bukan merupakan hasil Plagiasi
  2. Kesesuaian dengan tema : Karya yang disampaikan harus sesuai dengan Tema yang telah ditentukan oleh panitia lomba karya tulis.
  3. Inspiriratif : Karya Tulis dapat memberikan inspirasi dan memberikan nilai positif bagi para pembaca.
  4. Motivatif : Pembaca termotivasi dan mendapatkan semangat baru sehingga dapat memberikan ide dari karya tulis tersebut.
  5. Tulisan Obyektif dan Menarik : Karya tulis harus berdasarkan informasi yang ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan serta menarik pembaca untuk mengikuti alur ceritanya.

Ketentuan Penulisan :

  1. Naskah diketik dengan Font Arial  12.
  2. Ukuran Halaman Kertas  A4
  3. Naskah ditulis dengan Spasi  1,5.
  4. Panjang Tulisan  :  Pelajar :  ± 2000 Kata dan Umum : ± 2500 Kata.
  5. Identitas penulis ditulis terpisah dari naskah karya tulis
  6. Satu Perserta hanya diperbolehkan mengirimkan satu karya tulis.
  7. Naskah yang dikirimkan bukan naskah yang pernah mendapatkan penghargaan atau sedang diikutkan dalam lomba karya tulis lain.
  8. Naskah Karya tulis yang dinyatakan sebagai juara (I S.D III Serta Juara Harapan) Menjadi hak Panitia Lomba.
  9. Naskah dikirim paling lambat 29 September 2011 ke alamat panitia lomba karya tulis sebagai berikut :

astri.virgiani@kemhan.go.id

Publikasi
Lomba ini akan dipublikasikan melalui media cetak dan media elektronik nasional.

Hadiah :

  • Kategori Pelajar :
  1. Juara I : 8 Juta
  2. Juara II : 5 Juta
  3. Juara III : 3 Juta
  4. Juara Harapan : 2,5 Juta
  • Kategori Umum :
  1. Juara I : 12 juta
  2. Juara II : 8 juta
  3. Juara III : 5 juta
  4. Juara Harapan : 3,5 juta

Sumber

Menteri: Permen KP percepat industrialisasi perikanan tangkap

Berita Friday, 15 February 2013

sharif-cicip-sutardjo
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo
Foto: Antara

Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap akan mempercepat industrialisasi perikanan tangkap.

“Permen Nomor PER.30/MEN/2012 ini, memiliki keunggulan daripada peraturan sebelumnya, di antaranya mempercepat industrialisasi perikanan tangkap, dengan aturan yang membolehkan pengadaan kapal perikanan baru dan bukan baru dari dalam negeri dan luar negeri dengan ukuran yang memadai atau lebih besar,” kata Sharif Cicip Sutardjo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Selain itu, menurut Sharif, keunggulan Permen KP No. 30/2012 akan mengoptimalkan pemanfaatan dan produksi hasil penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di luar 100 mil.

Ia berharap Permen KP bakal mampu mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat perikanan melalui aturan kewajiban usaha perikanan tangkap terpadu.

Permen itu juga dinilai mendorong pemilik kapal kumulatif di atas 200 GT untuk mengolah ikan hasil tangkapan pada unit pengolahan ikan di dalam negeri.

“Permen ini sangat mendukung pengelolaan sumber daya ikan yang bertanggung jawab, terutama melalui pendataan statistik dan pelaporan hasil tangkapan yang lebih baik,” katanya.

Ia juga mengatakan bahwa Permen KP secara langsung akan memberikan kemudahan lain bagi para pelaku usaha, antara lain, karena persyaratan perizinan lebih disederhanakan dan pemeriksaan fisik kapal hanya dilakukan pada saat permohonan awal dan apabila terjadi perubahan.

Masa waktu pembayaran pungutan pengusahaan perikanan (PPP) dan pungutan hasil perikanan (PHP) lebih diperpanjang yang semula lima hari menjadi 10 hari.

Kemudahan lain, ujar dia, pengusaha yang telah memiliki surat izin usaha perikanan (SIUP) di laut lepas dapat digunakan juga di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia (WPP-NRI), begitupun sebaliknya.

“Pemerintah juga akan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang melakukan pengembangan usaha pengolahan ikan maupun pelaku usaha yang melakukan pengembangan usaha penangkapan ikan,” katanya.

Ia menegaskan bahwa pemerintah akan memberikan kemudahan untuk mendukung usaha penangkapan ikan di laut lepas, antara lain, ikan hasil tangkapan di laut lepas dapat langsung didaratkan di pelabuhan luar negeri.

Kebijakan itu, ujar dia, dilakukan dalam rangka pendataan sumber daya dan untuk mengantisipasi kegiatan penangkapan ikan yang melebihi kuota yang telah ditetapkan organisasi internasional.

Sumber

Budidaya Sidat Masih Sepi Peminat

Berita Tuesday, 22 January 2013

Secara alami negeri ini surga bagi sidat berkembangbiak. Selama sidat belum dapat dipijahkan di kolam budidaya, maka Indonesia diuntungkan

Ikan Sidat
Foto: Trobos

Dalam beberapa tahun terakhir ikan sidat asal beberapa negara produsen seperti Jepang (jenis Anguilla japonica) dan Eropa  (jenis Anguilla anguilla danAnguilla rostrata) produksinya terus merosot. Penurunan ini disebabkan antara lain karena konsumsi berlebih, sementara benih yang dikembangkan masih mengandalkan hasil tangkapan alam yang sangat terpengaruh oleh perubahan iklim global. Sampai hari ini, teknologi budidaya belum berhasil memijahkan ikan sidat di kolam-kolam budidaya.

Fakta ini tak urung membuat dunia mulai mengalihkan minatnya ke sidat asal daerah tropik. Dan sidat asal Indonesia adalah salah satu yang banyak diburu untuk mengisi pasokan. Indonesia, memiliki potensi dan keragaman jenis ikan sidat yang tinggi. Dari 18 spesies sidat di dunia, 12 spesies diantaranya terdapat didaerah perairan Indonesia seperti pantai barat Sumatera, selatan Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Dibenarkan H Ishitani,President Director PT Jawa Suisan Indah – bergerak di bisnis budidaya pembesaran dan produksi fillet sidat yang berlokasi di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat— perburuan benih sidat bahkan sudah mengarah pada maraknya ekspor ilegal. “Terutama jenis Anguilla bicolor, jenis ini banyak dicari karena rasanya enak untuk dibuat olahan hilir yang namanya kabayaki,” ungkap dia.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor PER.19/MEN/2012, jelas menyebutkan larangan bagi siapapun membawa sidat yang berukuran kurang dari atau sama dengan 150 gram per ekor, keluar dari wilayah negara Republik Indonesia. Tujuannya, melindungi sumber daya benih sidat nasional agar tidak terkuras, serta mendorong budidaya pembesaran dikembangkan di dalam negeri, sehingga menggerakkan perekonomian masyarakat.

Dijabarkan oleh Direktur Perbenihan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), Dwika Herdikiawan permen larangan ekspor benih yang terbaru ini mempermudah pengawasan pihak karantina dalam mencegah ekspor ilegal benih sidat. Sebelumnya pengaturan larangan bersifat 3 dimensi, ukuran panjang sampai 35 cm dan/atau berat sampai 100 gram per ekor dan/atau berdiameter 2,5 cm. “Tapi sekarang cukup dengan menyebut dilarang mengekspor ukuran kurang atau sama dengan 150 gram,” tegasnya. Artinya benih ukuran glass eel (0,17 gram), elfer (3 gram) maupun finger ling (20 gram), haram hukumnya di perdagangkan ke luar negeri.

Ekspor Benih Ilegal
Faktanya, benih sidat terutama ukuran glass eel banyak dijual ke luar negeri tanpa dokumen resmi. Dikatakan Ishitani yang rutin menyerap benih dari para penangkap benih, ekspor ilegal telah memicu lonjakan harga benih sidat di pasar dalam negeri. Harga benih yang 3 tahun lalu hanya Rp 300 – 400 ribu per kg, kini mencapai Rp 1,5 juta per kilogramnya. “Pasalnya pelaku ekspor ilegal berani menawar lebih tinggi kepada penangkap benih. Kita harus berani membeli dengan harga tinggi juga. Kalau tidak, tidak akan dapat benih,” ujarnya. Ia menambahkan, di Jepang benih dibanderol sampai Rp 200 juta per kg.

Nur Kholik, pelaku pembesaran benih (pendederan) sidat asal Bogor, Jawa Barat, membenarkan pasokan sidat dunia menurun jauh akibat susutnya benih, terutama jenis Anguilla japonica asal Jepang. Sementara, benih Anguilla spp di Indonesia masih berlimpah dan pemanfaatannya melalui budidaya yang intensif dan pengolahan produk oleh pelaku dalam negeri masih terbatas sekali. ”Inilah yang memicu pencurian benih sidat dari wilayah Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan industri budidaya dan industri pengolahan sidat di beberapa negara,” jelasnya. Ekspor ilegal benih terjadi karena iming-iming harga yang  sangat tinggi.

Nur Kholik menyebut indikasi adanya pengiriman benih Anguilla spp yang mengisi pasar China, Taiwan, Hongkong, Korea dan Jepang. Karena itu ia memberi saran, perlu ada pengaturan secara komprehensif untuk izin pengeluaran benih sidat Anguilla spp dari wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) melalui pembatasan jumlah (kuota) dan jangka waktu tertentu. “Ditambah perhitungan yang matang untuk mempercepat akselerasi pengembangan industri budidaya dan pengolahan sidat,” imbuh dia.

Menanggapi ini, Dwika mengakui pihaknya mendapat informasi adanya ekspor benih sidat  dengan modus operandi dicampur bersama pengiriman ikan hias. Meski tak menampik pernah satu kali menemukan kasusnya, Dwika berdalih diperlukan pembuktian yang lebih dalam lagi.

Sulitnya Pakan Sidat
Ketersediaan benih yang melimpah seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mengembangkan budidaya di dalam negeri. Belum berkembangnya usaha budidaya sidat dalam negeri bukan tanpa sebab. Salah satu yang utama adalah belum tersedianya pakan khusus ikan sidat.

Diungkapkan Kholik, pakan buatan (pellet) dalam negeri yang khusus untuk sidat belum ada, sehingga selama ini pembudidaya menggunakan pakan ikan kerapu (protein tinggi) untuk pembesaran. Sementara untuk skala industri, terutama perusahaan asing sebagian mendatangkan pakan dari Jepang, Taiwan atau China. “Pakan ini berbentuk tepung yang aplikasinya dicampur air, dan diberikan berupa pasta. Atau impor dari Denmark berbentuk pellet dan crumble,“

Kholik memperkirakan pabrik pakan dalam negeri belum memproduksi pakan sidat karena keterbatasan teknologi (pakan berbentuk pasta) dan estimasi kebutuhan yang belum besar sehingga tidak ekonomis. Kata dia, ini harus menjadi perhatian semua stakeholder (pemangku kepentingan). Meliputi pembudidaya sidat (industri dan masyarakat  pelaku usaha budidaya), pabrik pakan, Asosiasi Budidaya Sidat Indonesia (Sibusido)  dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai regulator kebijakan dan fasilitator.

Ujang Kusnadi, Technical Service & Sales Aquafeed Operation PT Suri Tani Pemuka –salah satu pabrikan pakan ikan— mengakui, pakan khusus sidat belum diproduksi oleh pabrikan lokal, karena proteinnya harus tinggi dan penggunanya masih sedikit. “Protein harus di kisaran 40 % – 50 %. Saat ini pembudidaya sidat menyiasati dengan menggunakan pakan udang,” jelasnya.

Selengkapnya baca di majalah TROBOS Aqua edisi 15 Januari -14 Februari 2013

Sumber

Kenal Perikanan Cilacap 2012

Berita Thursday, 8 November 2012

Mahasiswa baru Jurusan Perikanan UGM angkatan 2012 diajak lebih mengenal dunia perikanan dengan mengunjungi pelabuhan dan perusahan perikanan di Cilacap dan sekitarnya.

Yogyakarta Menyongsong Peradaban Baru

Berita Tuesday, 9 October 2012

Tema  “Yogyakarta Menyongsong Peradaban Baru” muncul dalam gelaran Dialog Budaya dan Gelar Seni “YogyaSemesta” seri 53 di Pringgitan Wetan Wiyatapraja, Kompleks Kepatihan Danurejan, Yogyakarta, Rabu (3/10).

Hadir tiga nara sumber dalam dialog budaya tersebut. Mereka adalah  Kyai H.M. Jazir ASP, Pengasuh Pondok Pesantren “Abdullah Ibnu Abbas”, Grojogan, Tamanan, Banguntapan, Bantul, Rama Pastur Dr. Gregorius Subanar, SJ, Pakar Sejarah & Kepala LPPM Universitas “Sanata Dharma”, dan Dr. Lono Lastoro Simatupang, Staf Pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas “Gadjah Mada”.

Berikut wacana pengantar dialog budaya yang ditulis pengasuh Dialog Budaya dan Gelar Seni “YogyaSemesta” seri -53 oleh Heri Dendi, pengasuh kegiatan:

Dengan memilih topik “Yogyakarta Menyongsong Peradaban Baru” dimaksudkan mengajak masyarakat Merespon visi misi Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam membangun Keistimewaan Yogyakarta dengan kontribusi menciptakan pra kondisi menuju ‘ manusia yang utama’ (jalma kang utama) sebagai aktor utama dalam membentuk peradaban baru.

Pergeseran Pusat Peradaban

Dewasa ini, ada tanda-tanda lahirnya Abad Pasifik yang membawa pergeseran pusat gravitasi dunia dari Atlantik ke Pasifik. Banyak tokoh yang memprediksikan pergeseran itu, misalnya Nakasone, Toynbee serta Spengler, Roosevelt, Anwar Ibrahim serta Bung Karno.

Tahun 1974, Overholt meramal kebangkitan Pasific dari perspektif sejarah. Tentang sejarah, beberapa kawasan bergantian menjadi pusat dinamika ekonomi dunia dari China, Timur Tengah, Mediterania, Inggris, Laut Utara hingga Atlantik Utara.

Krisis finansial di Eropa dan maraknya ‘Arab Spring’ di Timur Tengah mendukung tren perubahan geopolitik yang menggeser pusat peradaban dari Barat ke Timur. Gelombang demokrasi telah terjadi di Tunisia, Mesir, Libya, Bahrain dan kini tengah berlangsung di Suriah. Fenomena itu menimbulkan destabilisasi politik, ekonomi dan sosial di Eropa dan Timur Tengah.

Krisis global itu mengakibatkan demistifikasi global atas kompetensi Barat. Implikasinya, Barat harus secara tegas meninggalkan kapitalisme pasar tanpa kekang, yang menjadi ciri dekade ini. Memang, masih terlalu pagi untuk memprediksi apakah ini penolakan sementara, ataukah perubana arah signifikan dalam jangka panjang.

Trend serupa juga terjadi di dunia spiritualitas, ‘Barat berkiblat ke Timur’,  yang diyakini, spiritualitas Timur bisa mengatasi krisis spiritual Barat sebagai reaksi balik atas dosa-dosa sains, kapitalisme, imperialisme yang eksploitatif atas manusia, lingkungan dan masyarakat.

Dulu, bangkitnya Barat mengubah dunia. Tetapi sekarang, Barat menjadi bagian dari solusi sekaligus masalah. Bangkitnya Timur sekarang akan membawa perubahan signifikan serupa.

BRICS dan Peran Indonesia

Kebangikitan Timur juga ditandai kekuatan ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) yang berperan dalam ekonomi global. Kita menunggu bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS untuk memperkuat dunia Timur, yang akan membawa perubahan lanskape internasional.

Beberapa ahli Barat menangkap implikasi atas perubahan itu. Pertama, akan mencapai titk akhir era dominasi Barat, tetapi bukan akhir Barat, yang tetap seabgai kekuatan peradaban besar untuk beberapa dekade ke depan. Kedua, kita akan menyaksikan renaisans Asia yang menakjubkan, yakni derap langkah ‘Asia Menuju Modernitas’ (Asian march to modernity).

Sekarang, ekonomi terbesar kedua dan ketiga berada di Asia, China dan Jepang. Jika pada 2012, prediksi IMF terbukti, China menjadi negara adidaya ekonomi terbesar, hal ini mengukuhkan pergeseran gravitasi ekonomi global dari Barat ke Timur.

Putar Kemudi ke Visi Maritim

Majapahit sebagai negara maritim utama, pernah memiliki armada maritim 2.800 perahu, melebihi jumlah rata-rata kapal dalam satu ekspedisi yang hanya 100 perahu, juga lebih besar daripada Makassar yang memiliki 200 perahu.

Dalam transkrip Marcopolo, ketika tahun 1271 ia ke Sumatera, walau tidak ke Jawa, ia menulis,”Pulau Jawa itu kaya sekali.” Negarakertagama menceritakan: Ada 98 tempat di nusantara yang membayar pajak kepada Majapahit, termasuk 16 di semenanjung Melayu, Pahang, Langkawi, Kelantan, Trengganu, Tumasik (Singapura), Kelang serta Kedah.

Pramoedya Ananta Toer dalam Arus Balik menggambarkan kekuatan maritim Nusantara pernah berpendaran damai ke Utara. Tetapi arus zaman berbalik, saat kekuasaan laut menjadi kekuasaan darat di pedalaman, kemuliaan menukik dalam kemerosotan,kejayaan berubah ke kekalahan, kecemerlangan cendekia menjadi kemandegan penalaran, kesatuan menjadi perpecahan.

Mundur bukan dalam arti geografis saja tetapi mundur ke pedalaman diri sendiri, ke pedalaman nurani dan kenalurian yang mengganti nalar rasional.

Bertolak dari refleksi sejarah itu, kita harus meneguhkan kembali jati diri bangsa sebagai penghuni negara Maritim, beranjak dengan visi dan strategi cerdas keluar dari paradigma agraris tradisional ke paradigma maritim raisonal berwawasan global, memutar kemudi ke arah visi negara maritim.

Arus Balik itu yang harus menjadi motivasi membangun peradaban baru unggul yang menghasilkan ‘manusia Indonesia yang utama’, yang berasaskan Ketuhanan, rasa kemanusiaan dan rasa keadilan’, dengan mengandalkan modal dasar ‘kebudayaan dan pendidikan’.

Dari ‘Among Tani’ke ‘Dagang Layar’

Mengikuti trend pergeseran peradaban ke Timur, Yogyakarta dalam membangun peradaban barunya yang unggul juga dengan strategi budaya: membalik paradigma ‘among tani’ menjadi ‘dagang layar’. Dari pembangunan berbasis daratan ke kemaritiman. Konsekuensinya, Laut Selatan bukan lagi ditempatkan sebagai halaman belakang, tetapi justru dijadikan halaman depan.

Perubahan paradigmatis ini paralel, bahkan terdukung oleh kebijakan ekonomi nasional dengan ditempatkannya wilayah Kulonprogo dalam program MP3I (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia0 berupa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), termasuk dalam ‘Koridor Delapan’ seluas 3500-3700 ha.

Konsekuensinya, perlu melakukan kaji ulang terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) secara komprehensif, menyeluruh dan lengkap, dengan menempatkan Jawa bagian selatan untuk penyebaran pertumbuhan.

Mengalihkan pusat pertumbuhan ekonomi dari wilayah Panturea ke Pantai Selatan dengan berkembangnya klaster-klaster industri kecil dan agribisnis di pedesaan, serta industri kelautan, perikanan dan pariwisata maritim, yang didukung infrastruktur jalan selatan-selatan, menjadi pilihan strategis yang harus diwujudkan.

Renaisans Yogyakarta

Renaisans atau pembangkitan kembali budaya lama digunakan sebagai strategi kebudayaan untuk membangun peradaban baru Yogyakarta. Dengan mengadopsi Renaisans Eropa, mengadaptasi Renaisans Asia dan menyempurnakan Renaisans Jawa, Renaisans Yogyakarta diawali dengan menggali, mengkaji dan mengembangkan sumber-sumber ilmu pengetahuan canggih yang menghasilkan candi Borobudur dan Prambanan.

Bersamaan dengan itu, mencermati karya-karya susastra, seperti Serat Pararaton, Negarakertagama, Centhini, Wedhatama, Wulangreh. Dengan cara itu, selain guna memperkaya nilai-nilai filosofis yang mengajarkan kebajikan bagi bangsa, juga mencerahkan nalar,agar tercipta kondisi kondusif, berkembangnya seni dan sains seperti sejarah Renaisans Eropa.

Tetapi, keberhasilan membangun Borobudur  itu, tidak dengan sendirinya menghadirkan wawasan kreatif tentang arsitektur dan teknologi bangunan canggih di masa kini.

Bangsa yang pernah membangun Borobudur, dapat menciptakan ‘Borobudur-Borobudur’ baru, atau historiografi setaraf Pararaton dan Negarakertagama, ensiklopedi selengkap Babad Tanah Jawa, atau pitutur luhur sekelas Wedhatama dan Wulangreh, selama bangsa ini tekun membuka diri terhadap sains dan teknologi baru, beradaptasi dengan kemajuan zaman.

Saat ini Yogyakarta menjadi pusat seni lukis dan patung di Asia Tenggara, yang menandai kebangkitan seni, seperti dulu Renaisans Eropa. Jika melihat Biennale Yogyakarta, seakan mengikuti jejak Michelangelo dengan karya masterpiecenya patung Pieta yang mengawali zaman Renaisans Eropa. Di Yogyakarta, kita temukan karya-karya patung terbesar di berbagai ruang publik yang ‘mengejutkan’ khalayak, sekaligus dinikmati pendatang.

Renaisans Yogyakarta yang dipayungi filosofi hamemayu hayuning bawana, dihidupi semangat gotong royong yang mengacu konsep manunggaling kawula-gusti dan golong gilig, diekspresikan oleh sikap satriya: sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh, memberikan vitalitas dan ruh baru dari pergeseran peradaban yang bergerak menuju ke Timur.

Strategi Renaisans Yogyakarta

Untuk mencapai visi 2017 dan misi tahun 2012-2017 melalui Renaisans Yogyakarta itu, adalah dengan mengembalikan nilai-nilai keluhuran, keutamaan dan jati diri berbangsa yang kini tidak lagi menjadi penuntun gerak bernegara, gerak pemimpin dan kerja birokrasi, serta gerak kehidupan seluruh elemen bangsa untuk menuju Indonesia yang bermartabat.

Arah Renaisans Yogyakarta

Arah Renaisans Yogyakarta dipayunhi kebijakan pembangunan kebudayaan dalam arti luas, sekaligus menjadikannya arus utama pembangunan. Riset global oleh Harvard Academy for International and Area Studies tahun 1990-an menguatkan bahwa, “Budaya menentukan kemajuan dari setiap masyarakat, negara, bangsa  di seluruh dunia, baik di tinjau dari sisi politik, sosial, maupun ekonomi.

Budaya adalah strategi bertahan  hidup (surviving) dan menang (wining), dan itulah takaran menilai tinggi rendahnya budaya. Yogyakarta memiliki budaya gotong royong, tepa salira, dan banyak karya susastra tinggi, yang menjadikannya daerah yang memiliki budaya tinggi (high culture).

Budaya tinggi tersebut hendaknya di-wiradat dan di upgrade menjadi budaya unggul yang berdaya saing di persaingan budaya global. Transformasi kultural yang diperlukan adalah memahami nilai-nilai dasar keunggulan global, yaitu saling percaya dan kultur managemen.

Menurut Francis Fukuyama, keunggulan Amerika bukan oleh teknologi atau uang, tapi karena memiliki social capital, yaitu trust. Menurut Peter F. Drucker, hanya manajemen yang memungkinkan organisasi mampu bekerjasa dan menciptakan nilai tambah.

Untuk itu bangsa kita harus menumbuhkan kultur keunggulan (culture of excellence) di semua bidang kehidupan. Manusia-manusia unggul demikianlahyang menghasilkan kitab Sutasoma, Negarakertagama, Serat Centhini, candi Borobudur atau pilar Sosrobahu di masa kini.

Bagaimana jika sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh itu dikupas lebih mendalam, sehingga menjadi bukan saja etika dan estetika tari, tetapi juga etos kerja, yang sekarang menjadi masalah dalam manajemen dan pembangunan kita?

Renaisans Kebudayaan hendaknya memanfaatkan tren pergeseran pusat peradaban ke timur, dengan menjadikan Yogyakarta laboratorium pengembangan budaya-budaya etnik nusantara utnuk penguatan ke-Indonesia-an kita. Melalui Renaisans Kebudayaan itulah yang mengantarkan “Yogyakarta Menyongsong Peradaban Baru”.

Sumber

ikan tuna

Usaha Perikanan Gunung Kidul Alami Keterbatasan Distribusi

Berita Thursday, 23 August 2012

ikan tuna
Hasil tangkapan ikan tuna
Foto: Antara

Usaha perikanan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, didominasi usaha tradisional yang mengalami keterbatasan dalam hal sarana prasarana untuk penanganan, pengolahan, distribusi ikan dan kurangnya aplikasi sistem rantai dingin paskapanen.

“Dinas Kelauatan dan Perikanan Gunung Kidul bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Dirjen P2HP dalam pemprakarsai inovasi daerah khusus perikanan,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Bambang Sudaryanto di Gunung Kidul, Rabu.

Ia mengatakan, inovasi yakni melalui diseminasi, transfer teknologi, dan memberikan fasilitasi sarana dan prasarana untuk sistem dingin berupa freezer, trays, cool box untuk mendukung penanganan paskapanen berupa sarana pemasaran bergerak (SPG) dan alat pengolahan berupa fish ball machine, presto machine dan fish bone separator.

“Dengan adanya inovasi, animo masyarakat Gunung Kidul dalam memanfaatkan ikan sebagai komoditas pangan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,” kata Bambang.

Menurut Bambang, tingkat konsumsi ikan masyarakat Gunung Kidul meningkat drastis. Kata dia, pengolahan hasil perikanan tidak hanya terbatas pada ikan goreng dan bakar. Berkembangnya inovasi dan teknologi pangan khususnya pengolahan dan pengemasan membuat produk olahan hasil perikanan semakin bervariatif.

“Masyarakat membuat makanan ringan seperti kerupuk, keripik, crispy, tahu, pudding, pastel sampai dengan makanan berat sepertu bubur ikan, dan berbagai resep makanan berbahan dasar ikan juga terus dikembangkan,” kata dia.

Kata dia, produk olahan ikan terbagi atas olahan ikan laut seperti ikan tuna, ikan sanem, keong laut, bandeng, rumput laut, dan olahan ikan darat sepertu lele, ikan patin, ikan nila dan ikan wader.

“Pemasaran hasil perikanan di Kabupaten Gunung Kidul telah mempunyai kapasitas produksi olahan hasil perikanan besar dan kontinyuitas produksi yang baik. Jaringan pemasaran hasil produksinya tidak hanya di lingkup kabupaten,” kata dia.

Sumber

Benih Gabus Siap Makan Pelet

Berita Wednesday, 2 May 2012

Benih ikan gabus (Chana striata)hasil pemijahan alami ini langsung siap dibudidayakan karena telah ‘diajari’ makan pelet.

Benih Gabus
Foto: Trobos

Anakan ikan gabus hasil tangkapan di kolam mangkrak, sungai maupun genangan air biasanya hanya tertarik pada pakan yang bergerak. Tapi benih gabus hasil pembenihan pembudidaya di wilayah Bantul Jogjakarta bernama Andhi Raharjo ini mau memakan pakan pelet komersil. “Kami biasakan kasih makan pelet, supaya pembeli bisa membesarkannya dengan mudah menggunakan pakan pabrikan pula,” kata mahasiswa jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM ini.

Setiap bulan Andhi mampu menjual 10 ribu ekor benih ikan berkepala mirip ular ini. Pembeli berasal dari Pacitan, Lamongan, Madiun, Pati, Juwana, Bogor, bahkan luar pulau seperti Bali dan Kalimantan. Mereka rata-rata mendapatkan informasi dari website miliknya (www.benihikan.net) dan situs jual-beli online. Permintaan tertinggi biasanya menjelang bulan November.

Pemijahan Alami
Induk ikan gabus berasal dari tangkapan alam yang dibudidayakan secara alami, dan memijah sendiri. Pemilik bendera Andhi Fish Farm ini menyatakan tidak memijahkan secara khusus karena benih ikan gabus masih merupakan produk ‘sampingan’ selain gurami, nila,dan patin. Induk gabus akan memijah setelah umur 1 tahun dan mencapai bobot 1,5 kg. “Sebenarnya pada 7 – 8 bulan sudah bertelur. Tapi daya tetasnya rendah dan daya hidup anakannya tidak bagus,” papar Andhi.

Induk gabus dipelihara secara polikultur dengan nila di kolam sawah. “Sekarang ada 50 ekor induk, dengan rasio jantan : betina sebesar 1:3 – 1:4,” kata Andhi. Polikultur ini bisa dilakukan karena ikan gabus selalu berada di dasar kolam, sedangkan nila lebih suka berada di permukaan.

Menurut Andhi, seekor induk gabus bisa menetaskan 2.000 – 2.500 ekor larva, setiap 3 bulan sekali. Produksi telur/larva terbanyak pada musim menjelang penghujan. Sedangkan pada kemarau, produksi telur/larva sedikit dan intervalnya pun menjadi 4 bulan sekali. Terparah pada musim pancaroba, larva yang mampu bertahan menjadi benih hanya 10–20% saja.

Andhi Raharjo
Foto: Trobos

Dibiasakan Makan Pelet
Andhi menyatakan,larva diambil dari kolam setelah mencapai rata-rata panjang 1 cm dan diameter 3–5mm. Pakan berupa cacing sutera membuatnya cepat tumbuh hingga mencapai panjang 3 -4 cm hanya dalam 2 minggu.

Setelah itu, benih gabus diberi pakan pelet apung khusus benih secara bertahap hingga umur 1 bulan. Saat itu sekaligus sebagai ‘seleksi’ alam karena 20–30% benih tak mampu menyesuaikan dan mati. Pada umur sebulan, benih telah berukuran 5-7 cm, dan siap dipindahkan ke kolam pembesaran atau dijual dengan harga Rp 1.000/ekor.

Pembiasaan memakan pelet bagi benih gabus ini dipercepat dengan mencampur benih nila ukuran 0,8 – 1 cm sebanyak 10 – 15% dari total benih gabus. Nila akan makan dengan cepat dan meningkatkan suasana persaingan makan sehingga ikan gabus mengikutinya.

Pembesaran
Andhi membagi tips agar berhasil membesarkan ikan gabus. “Kolam harus dalam, air tenang, tinggi air minimal 80 cm dan berwarna keruh/kehijauan karena ikan ini suka hidup di dasar yang gelap,” paparnya.  Selain itu jarak permukaan air dengan bibir kolam harus tinggi karena ikan gabus besar suka melompat.

Kepadatan tebar optimal adalah 30 ekor/m2. Ikan gabus yang dibesarkan dari ukuran 5-7 cm dalam waktu 5-6 bulan akan menghasilkan ukuran panen 5 ekor/kg. “Kami telah mencoba, selama airnya bagus dan pakan cukup, daya tahan hidupnyabisa mencapai 90%,” tandas Andhi.

Sumber

Program Pengembangan Klaster Ikan Air Tawar MINA KEPIS

Berita Thursday, 9 February 2012

Pengembangan secara berkelanjutan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sering dihadapkan pada beberapa kendala seperti kontinuitas produksi, kualitas dan kuantitas produk, keterbatasan akses pasar, dan lemahnya kualitas pengelola usaha tersebut. Permasalahan tersebut juga kerap dihadapi oleh pembudidaya ikan air tawar di Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman. Untuk mendukung penyelesaian permasalahan tersebut, Bank Indonesia bekerja sama dengan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman serta Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada melaksanakan program pengembangan klaster ikan air tawar.

Mahasiswa Perikanan UGM Juara the 6th Management e[X]posed 2011

Berita Tuesday, 29 November 2011

Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil menjadi Jawara pertama dalam national business plan Competition yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) dalam acara the 6th Management e[X]posed 2011 dengan tema “Ignite Your Creativity Into Visible Business”. Tim Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil unggul dari sepuluh (10) finalis lainnya yang berasal dari berbagai universitas, seperti UI, UPI, UNPAD, dan Prasetiya Mulya dimana sebelumnya untuk mencapai tahap finalis, telah dilakukan seleksi proposal tingkat nasional, dan dilanjutkan dengan presentasi tentang business plan pada tanggal 27-28 Desember 2011 untuk para finalis terpilih di Jakarta. (28/11/2011).

C&D Ngayogyakarto
Tim C&D Ngayogyakarto
(Dimas Yuniardi, Meezan Ardhannu A, Vikky Putri P, Cahya Adi T, Hario Premono)

C&D Ngayogyakarto menjadi satu-satunya tim perwakilan UGM yang semuanya beranggotakan mahasiswa dari jurusan perikanan UGM dengan mengangkat tema business plan C&D (Chicken and Duck) Cereals sebagai judul proposal dimana memanfaatkan limbah ikan yang berprotein tinggi menjadi sebuah pakan ternak unggas.

Beberapa praktisi yang menjadi juri dalam event ini antara lain Managing Director Okezone.Com, Ronny Sugiadha; dosen FEUI, Isfiandiari Jafar serta Ades Aulia; Creative Industry. Rony Sugiadha berpendapat bahwa, “jadi ini produk yang berinovasi, yang selama ini pakan ternak dari jagung, dengan adanya inovasi C&D ini, pakan ternak bisa dari limbah ikan, yang menurut saya ini merupakan inovasi yang sangat besar sekali terhadap industri pakan ternak di dunia”.

Dari event the 6th Management e[X]posed 2011 diharapkan timbul sebuah ide kreatif dari mahasiswa untuk berwirausaha. Ajang perlombaan business planini merupakan sebuah langkah awal pengembangan kreativitas mahasiswa, sehingga nantinya diharapkan mahasiswa tidak akan berhenti pada proses pembuatan rencana bisnis semata namun dapat menggambil sebuah action untuk memulai sebuah usaha.

Kuliah Umum dalam Rangka Bulan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

Berita Monday, 21 November 2011

Jurusan Perikanan UGM bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan menyelenggarakan Kuliah Umum Dalam Rangka BULAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN dengan tema “Meningkatkan Kapasitas Industri Pengolahan Hasil Perikanan di Pasar Global” pada 12 November 2011.  Indonesia merupakan salah satu produsen, eksportir, dan konsumen utama produk hasil perikanan dunia. Setelah China dan Peru, Indonesia menempati posisi ketika sebagai the big three produsen ikan dunia dari kegiatan perikanan tangkap. Sementara dari kegiatan perikanan budidaya, Indonesia menempati urutan ke-empat. Produksi perikanan nasional terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan capaian total produksi mencapai 9,8 juta ton di tahun 2009. Seiring dengan perkembangan yang melambat pada usaha perikanan tangkap, peran perikanan budidaya semakin menonjol, bahkan menjadi andalan di masa yang akan datang. Dari sisi ekspor, komoditas perikanan juga memiliki posisi yang sangat penting diantara komoditas pertanian. Total nilai ekspor perikanan Indonesia di tahun 2010 diperkirakan mencapai sekitar US$ 2,89 milyar. Dengan tingkat konsumsi ikan 32 kg/kapita/tahun dan jumlah penduduk mencapai  237,5 juta jiwa, Indonesia juga menjadi tujuan pemasaran hasil perikanan. Karena itu, usaha perikanan tidak hanya penting bagi 4,69 juta orang nelayan dan pembudidaya ikan yang menjadi pelaku utama usaha perikanan, tetapi juga diharapkan menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hasil perikanan telah menjadi komoditas yang mendunia. Menurut data FAO (2010) nilai ekspor hasil perikanan dunia pada tahun 2008 yang lalu mencapai US$102 miliar, meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan nilai 10 tahun sebelumnya. Bahkan jika dihitung net export (selisih antara total nilai ekspor dan total nilai impor) dan hasil perikanan dunia tersebut jauh di atas hasil-hasil pertanian lainnya seperti kopi, karet, pisang, daging, teh, dan lainnya, bahkan dengan peningkatan yang lebih pesat. Dengan kecenderungan semakin menglobalnya produk perikanan, Indonesia perlu terus berbenah agar dapat memanfaatkan peluang yang ada karena Indonesia telah diberkahi keunggulan komparatif dengan kekayaan sumberdaya ikan. Karena itu perbaikan diarahkan pada peningkatan keunggulan kompetitif dari produk perikanan sehingga mampu bersaing dan menambah nilai tambah produk perikanan. Berbagai perbaikan perlu terus dilakukan karena seiiring dengan globalisasi perikanan, produk-produk olahan hasil perikanan dari negara lain semakin mudah ditemukan seperti sushi, sashimi, dim sum, tom yam, dan lainnya  dengan mudah diperloeh di rumah-rumah makan Jepang, Thailand, China, Korea, Thailand, serta jaringan pasar modern  di kota-kota besar di tanah air. Untuk itu, industri perikanan nasional harus mampu meningkatkan dayasaingnya agar dapat bertahan dan meningkatkan posisinya dalam percaturan perdagangan ikan dunia.

Ikan dengan mutu biasa-biasa saja dan keamanannya yang tidak/belum terjamin, pasti akan kalah bersaing dengan produk sejenis dari negara pesaing yang lebih terjamin mutu dan keamanannya, terstandardisasi secara baik, serta harga terjangkau oleh daya beli masyarakat dunia. Untuk menghadapi hal ini, Indonesia perlu mempersiapkan produk  perikanan yang berkualitas dan aman, yang terjamin sejak bahan baku, pascapanen, transportasi dan distribusi, sampai kepada konsumen akhir (from farm to table). Sebagai indikator keberhasilan persaingan produk perikanan adalah produk perikanan yang dihasilkan harus bermutu dan bergizi, bebas dari cemaran berbahaya, aman untuk dikonsumsi, dan diolah dengan teknologi yang ramah lingkungan.

Kuliah umum yang diselenggarakan oleh Jurusan Perikanan Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dalam rangka Bulan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, memberikan gambaran terkini tentang kondisi industri perikanan nasional. Kuliah Umum dilaksanakan di Auditorium Prof. Ir. Harjono Danoesastro Fakultas Pertanian UGM pada tanggal 12 November 2011, dengan menghadirkan empat orang narasumber yaitu Dr. Ir. Ketut Sugama, M.Sc., Ir. A. Bambang Sutejo, M.Si, dan Dr. Ir. Santoso, M.Phil dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Dr.Ir. Ustadi, M.P. dari Jurusan  Perikanan UGM. Bahan kuliah umum tersebut dapat diunduh pada tautan berikut:

123456
Universitas Gadjah Mada

Departemen Perikanan Fakultas Pertanian

Universitas Gadjah Mada
Gedung A4, Jl. Flora, Bulaksumur,Yogyakarta, 55281
 +62274-551218
 fish@ugm.ac.id

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY