Kedaulatan Rakyat 19/08/2011 08:18:45 PANTAI Depok adalah pantai yang terletak di sebelah barat pantai Parangtritis, Kretek, Bantul DIY. Sebelum terjadi krisis moneter 1998, pantai Depok belum begitu dikenal dan juga belum ada aktivitas perikanan tangkap. Aktivitas perikanan di pantai Depok dimulai bersamaan dengan krisis moneter tahun 1998-an.
Kini pantai Depok telah berubah menjadi kawasan wisata kuliner sea food yang terkenal di DIY. Sehingga setiap hari Sabtu dan Minggu tidak kurang satu ton ikan terjual baik untuk dibawa pulang segar maupun diolah di tempat. Berubahnya pantai Depok ini cukup menarik untuk kita cermati lebih jauh. Satu hal yang pasti telah terjadi adalah adanya perubahan cara pandang, perilaku dan budaya masyarakat setempat dalam mensikapi adanya potensi perikanan dan kelautan. Perubahan yang terjadi di masyarakat tersebut terjadi secara alami (by nature) dan dengan memanfaatkan kearifan lokal. Dengan demikian pantai Depok dapat dijadikan salah satu contoh bahwa sektor perikanan dan kelautan dapat menjadi pintu gerbang baru untuk menyejahterakan masyarakat, sebagaimana harapan yang disampaikan Sri Sultan Hamengku Buwono X pada acara Rapat Koordinasi (Rakor) Kelautan dan Perikanan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 2011 di Yogyakarta tanggal 21 April.
Perubahan budaya
Potensi perikanan dan kelautan DIY yang cukup besar tidak akan berarti apa-apa bagi pengembangan kesejahteraan masyarakat tanpa dimanfaatkan secara benar, optimal dan lestari. Pemanfaatan sumber daya perikanan laut di DIY selama ini masih terbatas dan belum mencapai optimal, meskipun saat ini telah ada 19 titik pendaratan ikan di sepanjang pantai DIY dan PPI Sadeng. Sumber daya perikanan yang ada dapat menjadi pintu gerbang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terjadi apabila telah terjadi transformasi pola pikir (mind set), pola tindak dan budaya masyarakat khususnya masyarakat di sepanjang pantai DIY. Masyarakat di pantai Depok adalah sebagai contoh masyarakat yang telah mengalami perubahan mind set dan budaya dari agraris menuju masyarakat maritim khususnya dengan memanfaatkan kegiatan pariwisata.
Sejak sekitar 4 tahun yang lalu, pemda DIY telah mengerjakan pembangunan pelabuhan perikanan Tanjung Adikarto yang terletak di desa Karangwuni, Kec Wates, Kab Kulonprogo dan saat ini sudah memasuki fase pembangunan kolam pelabuhannya. Diharapkan dalam 1-2 tahun ke depan, pelabuhan perikanan tersebut sudah dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan ikan. Adanya kegiatan penangkapan ikan, secara otomatis akan muncul berbagai kegiatan yang terkait (multiflier effects) yang cukup besar.
Penulis mengamati perkembangan kawasan pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Prigi yang terletak di Kab Trenggalek, Jawa Timur. Pada tahun 1989, Prigi yang saat itu belum dibangun pelabuhan dan hanya ada tempat pendaratan ikan (TPI) dengan beberapa perahu nelayan yang tidak melaut. Tiga belas tahun kemudian telah berubah menjadi kawasan yang sangat ramai dengan berbagai macam kegiatan ekonomi. Pengembangan perikanan tangkap di pantai selatan DIY mempunyai prospek yang cerah dan dapat menjadi prime mover kegiatan ekonomi daerah. Sebab penangkapan ikan bersifat quick yielding (cepat menghasilkan) meskipun akan menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan.
Rendahnya jumlah nelayan samudera dari Provinsi DIY menunjukkan masih adanya kendala transformasi budaya agraris menjadi budaya maritim. Di sisi lain penduduk pesisir yang bergerak pada bidang non nelayan, perubahan kultur agraris menjadi pedagang ikan, rumah makan, pelaku pariwisata dan sebagainya tampaknya berjalan cepat dan tanpa hambatan.
Tantangan ke Depan
Adanya pembangunan pelabuhan perikanan Tanjung Adikarto di Kulonprogo perlu menjadi perhatian yang serius bagi kita semua. Tanpa adanya persiapan masyarakat setempat, maka akan terjadi perebutan akses ekonomi yang kemungkinan akan menyebabkan masyarakat sekitar hanya menjadi penonton saja. Sedang masyarakat pendatang yang mempunyai kecukupan modal, keterampilan, akses pasar dan informasi akan dengan mudah memenangkan persaingan tersebut. Kejadian ini dikhawatirkan dapat menimbulkan ketimpangan dalam mendapatkan manfaat adanya pembangunan pelabuhan perikanan tersebut.
Permasalahan sebagaimana yang terjadi di PPS Cilacap tidak seharusnya terjadi, apabila masyarakat lokal mempunyai kepercayaan diri untuk dapat mengakses kegiatan ekonomi secara memadai.
Disamping itu, adanya kondisi yang kondusif terhadap pendatang dari luar daerah yang berniat untuk membuka usaha di suatu kawasan pelabuhan. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah daerah baik Kabupaten Kulonprogo, maupun pemerintah Provinsi DIY untuk mempersiapkan masyarakat lokal sebaik-baiknya. q – k. (3273-2011).
*) Dr Triyanto, Dosen Jurusan Perikanan UGM dan Ketua Forum Mitra Bahari (FMB) Regional Center DIY.
Tulisan ini kerja sama Panitia Lustrum 13 Fak Pertanian UGM dengan KR.
Berita
YOGYAKARTA- Perubahan cuaca merupakan isu global dan telah menjadi masalah yang kronis. Karakter dampak perubahan iklim adalah: perubahan suhu rata-rata global, perubahan presipitasi/curah hujan, kenaikan level permukaan laut dan kenaikan suhu, serta kejadian-kejadian ekstrim lain, seperti siklon, angin rebut, dan banjir.
Dampak perubahan iklim terhadap budidaya perikanan bisa secara langsung dapat mengubah fisiologi, perilaku dan pertumbuhan, kemampuan reproduksi, kematian ikan dan produktivitas. Sedangkan secara tidak langsung mengubah ekosistem aquatic sebagai tempat hidup, stok dan suplai ikan, barang dan jasa yang diperlukan dalam budidaya perikanan. Untuk mengurangi kerentanan budidaya perikanan dari dampak perubahan iklim sangat diperlukan adaptasi dan mitigasi.
“Adaptasi dan mitigasi pada skala yang sesuai pada tingkat individu, keluarga, institusi pemerintah baik local, nasional dan global dengan menetapkan rencana penanganan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang,”papar Guru Besar Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Rustadi, M.Sc. saat memberikan paparan pada Seminar Nasional Tahunan VIII Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, di Auditorium Fakultas Pertanian UGM, Sabtu (16/7).
Rustadi menambahkan penanganan dampak perubahan cuaca pada dasarnya untuk menjamin ketersediaan pangan dan pembangunan yang berkelanjutan. Sementara isu-isu negatif dalam budidaya perikanan juga perlu ditangani meliputi: pelepasan dan perubahan genetik pada stok ikan liar, pengubahan lahan hutan bakau, limbah yang menurunkan kualitas air lingkungan, wabah parasit dan penyakit, bahan residu dan biosecurity (keamanan biologi).
“Dengan begitu budidaya perikanan berkelanjutan harus memprioritaskan antara lain pada budidaya perikanan yang sesuai daya dukung serta pengembangan sistem budidaya terpadu,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut Rustadi juga sempat menyinggung bahwa pertumbuhan jangka panjang industri budidaya perikanan membutuhkan praktek-praktek manajemen kegiatan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Ia menilai banyak pembudidaya/pengusaha budidaya pada tahun-tahun terakhir ini telah mengadopsi praktek kehati-hatian, khususnya yang menyangkut lingkungan. Namun di negara-negara miskin ataupun berkembang praktek kebijakan itu masih belum memungkinkan secara ekonomi, sosial maupun politik.
Sementara itu Kepala Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, Dr.Ir.Endhay Kusnendar, MS dalam acara tersebut mengakui adanya citra kurang baik produk tradisional hasil perikanan karena diolah dengan tingkat sanitasi dan hygiene rendah, mutu dan kesegaran bahan mentah rendah, keamanan tidak terjamin, teknologi turun temurun, dan kemampuan manajemen kurang memadai. Untuk itu produk diarahkan untuk memperbaiki citra dan membuatnya dikenal lebih luas.
“Ini bisa dilakukan misalnya dengan pola OVOP, menciptakan image indrawi produk, kemasan lebih baik dan dikaitkan dengan kegiatan wisata,” kata Endhay.
Selain itu, dalam pengembangan produk perikanan sejauh ini juga masih dijumpai beberapa kendala diantaranya ketersediaan bahan mentah secara kualitas dan kuantitas, tingginya keragaman jenis sumberdaya, serta masih terbatasnya industri pengolahan perikanan yang memiliki tim pengembangan produk (Humas UGM/Satria AN)
Dikutip dari Rilis UGM
Press Release
SEMINAR NASIONAL TAHUNAN VIII
HASIL PENELITIAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
TAHUN 2011
Sabtu, 16 Juli 2011 di Jurusan Perikanan UGM
Indonesia merupakan negara bahari dengan luas laut mencapai 5,8 juta km2 (70% dari luas wilayah) dengan 17.503 buah pulau dan garis pantai 81.000 km, yang sangat potensial untuk berkembang menjadi negara industri berbasis perikanan dan kelautan. Sektor perikanan dan kelautan memberikan kontribusi besar untuk meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), menyediakan lapangan kerja, menghasilkan produk unggulan, menopang ketahanan pangan nasional, menjaga keamanan wilayah dan teritorial Indonesia terutama pulau terluar yang berbatasan dengan negara tetangga.
Keunggulan suatu bangsa pada era globalisasi ekonomi sekarang ini sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa itu dalam memproduksi dan ”menjual” ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh berbagai institusi riset diharapkan akan menghasilkan teknologi yang akan memberikan nilai ekonomi dan kesejahteraan yang besar. Institusi riset tersebut diharapkan mampu menyebarluaskannya kepada publik, baik dalam skala nasional maupun internasional. Diseminasi hasil-hasil penelitian tentang sumberdaya kelautan dan perikanan dan harapan pemanfaatannya mendorong diadakannya seminar ini secara rutin. Oleh karena itu, Jurusan Perikanan melalui Semnaskan UGM VIII tahun 2011 kembali mengajak peneliti dari berbagai lembaga ilmu pengetahuan di seluruh Indonesia untuk berbagi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam diskusi dan penerbitan, baik prosiding maupun Jurnal Perikanan serta Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi Perikanan.
Data Seminar Nasional Tahunan I-VII Hasil Perikanan dan Kelautan Jurusan Perikanan UGM menunjukkan bahwa peneliti perikanan dan kelautan Indonesia yang terlibat semakin meningkat. Seminar Nasional pada tahun 2004 diikuti oleh 400 peserta baik dari bidang pertanian maupun perikanan dan kelautan dengan jumlah makalah 128. Tahun 2005, Semnaskan UGM III diikuti oleh lebih dari 250 peserta dengan 200 makalah. Semnaskan UGM IV (2007) diikuti oleh 245 peserta dengan 249 makalah. Semnaskan UGM V (2008) diikuti oleh 245 peserta dengan 257 makalah, Semnaskan UGM VI (2009) diikuti oleh 397 peserta dengan 428 makalah dan Semnaskan UGM VII (2010) diikuti oleh 306 peserta dengan 420 makalah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, panitia Semnaskan VIII Tahun 2011 telah menseleksi hampir 500 abstrak hasil penelitian, 379 makalah diantaranya akan dipresentasikan, baik presentasi oral maupun poster. Total peserta pada tahun ini mencapai 414 peserta. Peserta seminar berasal dari seluruh belahan nusantara dari Papua, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, sampai Sumatera. Peserta terdiri dari perguruan tinggi negeri maupun swasta (IPB, Universitas Diponegoro, UGM, Universitas Pattimura, Universitas Riau, Unsoed Purwokerto, UNY, Universitas Hassanudin, Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, Universitas Lambung Mangkurat, Unitomo Surabaya, Universitas Mataram, Universitas Nusa Cendana, ITS Surabaya, Universitas Djuanda, dll), peneliti di lingkungan Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan (Badan Riset Perikanan Laut, Badan Riset Perikanan Tangkap, BBL Lampung, BBRPBL Gondol, BRPPU Palembang, BRPBAP Maros, BRPBAT Bogor, IRHIBAT Depok, LRPSI Jatiluhur, Loka Budidaya Laut Batam, Loka Budidaya Laut Lombok, LRPTBPAT Sukamandi, BBAT Sukabumi, LRPP Sukamandi, Pusat Karantina, BPPMHP), lembaga-lembaga penelitian (MII, Coremap LIPI, LON LIPI, BPTP, Puslit Biologi LIPI, BPPT) maupun kalangan swasta. Hal ini menunjukkan bahwa agenda seminar tahunan tersebut dapat menjadi wahana penting bagi para peneliti untuk menyebarluaskan hasil-hasil penelitian dalam bidang perikanan dan kelautan.
Pada Semnaskan UGM VIII Jurusan Perikanan akan mengundang dua pembicara kunci (keynote speaker): Prof. Dr. Ir. Rustadi, M.Sc (Guru Besar Ilmu Perikanan Universitas Gadjah Mada) dan Dr. Ir. Endhay Kusnendar, M.Sc (Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan- Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia).
Penyelenggaraan Semnaskan_UGM VIII pada tahun 2011 dilaksanakan pada tanggal 16 Juli 2011 di kompleks Perikanan UGM. Acara ini merupakan kerjasama Jurusan Perikanan UGM bekerjasama dengan Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan-BRKP KKP. Jumlah kelas presentasi yang disediakan terdiri dari 12 kelas paralel yang terdiri dari 9 bidang yang mencakup bidang Budidaya Perikanan (Rekayasa Budidaya, Genetika dan Pembenihan, Pakan dan Nutrisi Ikan, Penyakit Ikan), Manajemen SDP (Biologi Perikanan, Penangkapan & Kelautan, Manajemen Sumberdaya Perikanan, Sosial Ekonomi Perikanan), dan bidang Pascapanen (Keamanan Pangan, Nilai Tambah, Pangan Fungsional, Pengawetan Pangan, dan Pengembangan Produk).
Selain sebagai sarana komunikasi ilmiah, acara Semnaskan VIII ini juga merupakan ajang pameran produk-produk perikanan hasil penelitian, diantaranya Delifiz (produk olahan ikan komersial), vaksin Streptococcus dan Vibrio dari Laboratorium Penyakit Ikan dan karya-karya dari lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi tradisi positif yang terus berlangsung bagi pengembangan ilmu pengetahuan perikanan dan kelautan.
Yogyakarta, 13 Juli 2011
Panitia Semnaskan UGM – VIII
Konsumsi yang dibutuhkan oleh korban bencana biasanya berupa makanan yang tahan lama jika disimpan, proses penyajiannya pun cukup cepat, sederhana dan dapat disajikan secara massal. Merasa tertantang untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Nur Hasanah bersama dengan Harry Indra Permana, Budi Mulyara, Annisa Lutfi Alwi dan Nuri Muahiddah yang sesama mahasiswa Perikanan UGM membuat inovasi dengan mengembangkan kombinasi makaroni dan lele fillet yang dikemas dalam kaleng. Inovasi ini juga lolos sebagai peserta Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXIV yang tahun ini diselenggarakan di Makassar, Sulawesi Selatan dengan judul karya “Kombinasi Ikan Lele (Clarias sp.) dengan Makaroni Bersaus Tomat dalam Kaleng Sebagai Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Gizi Masyarakat“. Pengembangan ini diharapkan dapat menjadi sebuah alternatif produk makanan yang relatif lebih tahan lama masa simpannya, bahan baku murah dan mudah cara pembuatannya.
Tujuan yang ingin dicapai yaitu meningkatkan nilai ekonomis lele (Clarias sp.) dengan inovasi makaroni dan saos tomat dan memenuhi kebutuhan protein masyarakat dengan produk olahan inovatif yang bergizi dan aman bagi kesehatan. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi atau AKG BPOM NO. HK.00.05.5.1142 tanggal 25 Maret 2003, hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa produk Lele Makaroni memberikan persentase kebutuhan gizi terutama protein sebesar 20 % dari per sajian satu Produk Lele Makaroni, artinya Lele Makaroni dapat dijadikan alternatif baru dalam upaya pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat dengan kandungan protein tinggi. Keterkaitan secara lebih jelas dirumuskan dalam pengertian ketahanan pangan (food security) yaitu tersedianya pangan dalam jumlah dan mutu yang memadai dan dapat dijangkau oleh semua orang untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Selain itu, dengan bahan baku berupa ikan lele yang mengandung 20% protein. Protein baik untuk sistem pencernaan, memperkuat sistem daya tahan tubuh, membantu sistem pernapasan, menghasilkan hormon dan enzim. Selain itu, ikan lele mengandung Omega-3 dan Omega-6 yang bermanfaat untuk perkembangan fungsi saraf, menurunkan kadar kolesterol darah, mengatasi beban penderita penyakit asma, rematik dan ibu hamil sangat dianjurkan mengonsumsi omega 3 untuk proses tumbuh kembang otak janin.
Produk Lele Makaroni (fish canned) merupakan kombinasi antara makaroni dan ikan lele yang dikemas dengan teknologi pengalengan agar produk makanan menjadi relatif lebih tahan lama masa simpannya, tanpa bahan pengawet dan siap saji. Selain itu, dengan bahan baku berupa ikan lele yang mengandung 20% protein. Protein baik untuk sistem pencernaan, memperkuat sistem daya tahan tubuh, membantu sistem pernapasan, menghasilkan hormon dan enzim. Selain itu, ikan lele mengandung Omega-3 dan Omega-6 yang bermanfaat untuk perkembangan fungsi saraf, menurunkan kadar kolesterol darah, mengatasi beban penderita penyakit asma, rematik dan ibu hamil sangat dianjurkan mengonsumsi omega 3 untuk proses tumbuh kembang otak janin.
Produk Lele Makaroni merupakan produk yang mengalengkan ikan air tawar di mana selama ini budidaya air tawar terus digencarkan dalam program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pusat yaitu mencapai target 300 %, hal ini merupakan keunggulan produk Lele Makaroni yang diproduksi tidak hanya memandang profit atau keuntungan semata tetapi juga membantu serta mengoptimalkan program pemerintah dalam hal mencapai kesejahteraan pangan masyarakat. Tahapan yang dilakukan dalam memulai produksi dan pemasaran produk Lele Makaroni ini adalah koordinasi dan negosiasi, perbaikan mutu produk, produksi, analisis proksimat, labeling dan pemasaran. Pemasaran didukung oleh promosi dengan penyebaran leaflet dan kartu nama.
Produk ini memperoleh tanggapan yang baik dari konsumen. Baik dari segi rasa ikan, makaroni, serta inovasi pengalengan sendiri. Sifatnya yang siap saji membuat konsumen tertarik untuk membeli. Seperti salah satu konsumen kami seorang pendaki gunung, memilih lele macaroni sebagai bekal perjalanannya karena produk ini selain praktis dan siap saji juga mengandung gizi yang seimbang sehinggga baik untuk kesehatan. Rasa ikan yang gurih dengan saus asam manis sangat sesuai untuk lidah masyarakat Yogyakarta yang tidak terlalu suka pedas. Berbagai dukungan positif kami terima dari berbagai pihak terutama dalam hal memotivasi untuk terus berjuang. Bahkan banyak pihak yang mendukung untuk keberlanjutan usaha pengalengan ini setelah masa hibah dana PKM ini selesai. Pengembangan kualitas produk akan terus kami lakuakan dengan berinovasi yang lebih bagus lagi. Untuk ke depannya kami berharap produk ini bisa bersaing dengan produk-produk pengalengan yang sudah ada sebelumnya sehingga meningkatkan daya saing produk pengalengan local di Industri Indonesia yang dimana produk pengalengannya masih didominasi oleh produk impor. Sehingga dapat mendukung program pemerintah yaitu peningkatan 300% produk perikanan dan gemar makan ikan.
Akhir-akhir ini beredar rumor bahwa Jurusan Perikanan ingin berdiri sendiri menjadi fakultas baru dengan nama Fakultas Perikanan dan Kelautan. Sebelumnya, Jurusan Perikanan termasuk salah satu jurusan yang berada dalam Fakultas Pertanian. Sebenarnya gagasan ini sudah lama ada di jurusan yang berdiri pada tahun 1963/1964 tersebut.
Menurut Dr. Ir. Triyanto M.Si selaku Kepala Jurusan Perikanan, gagasan mengubah jurusan menjadi fakultas sudah pernah diusahakan dengan mengajukannya ke Senat Fakultas dilanjutkan ke Universitas sampai ke Dikti. Hanya saja pada tahapan Dikti program tersebut ditolak dengan alasan belum terlalu penting mengingat dulunya keadaan studi Jurusan Perikanan UGM masih minim fasilitas. Berbeda dengan fasilitas sekarang yang sudah lengkap, dulu studi Jurusan Perikanan mempunyai gedung yang kurang memadai serta menggunakan gedung-gedung kecil yang letaknya di sebelah utara Fakultas Hukum UGM.
Dengan dibukanya Fakultas Perikanan dan Kelautan, diharapkan akan memberi banyak manfaat bagi civitas jurusan ini. Menurut Triyanto apabila hal tersebut terealisasi, akan berdampak pada tatanan penjurusan ilmu perikanan yang lebih fokus sesuai dengan tata urutan ilmunya dan berdiri sendiri.
Mahasiswa juga akan banyak diuntungkan. “Keuntungan mahasiswa misal administrasinya jadi lebih mudah, fasilitas bertambah. Tentunya lebih fokus, kurikulum lebih menjurus,” komentar Langga Pratama (Perikanan/08). Mahasiswa juga dituntut untuk siap jiwa raga karena akan lebih banyak aktivitas dan organisasi baru.
Triyanto percaya bahwa faktor-faktor pendukung program tersebut sudah dimiliki oleh Jurusan Perikanan. Kelengkapan dari segi keilmuan dan infrastruktur Jurusan Perikanan UGM sudah tidak perlu diragukan lagi. Hanya saja untuk tahun ini kemungkinan program membuka fakultas baru ini belum dapat terealisasikan. “Pengajuan permohonan program ini untuk sampai di pusat memerlukan waktu yang lama, harapannya program ini terealisasi untuk tahun depan,” pungkas Triyanto.
Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) yang ke-24 tahun ini akan diselenggarakan di Universitas Hasanuddin, Makassar pada tanggal 18-23 Juli 2011 dengan tema utama PIMNAS tahun ini adalah “Inovasi Untuk Membangun Karakter Bangsa Maritim”.
PIMNAS adalah kegiatan ilmiah mahasiswa berskala nasional, yang acara puncaknya berlangsung setiap bulan Juli. Kegiatan yang diselengarakan bulan Juli 2011 ini akan memperebutkan piala bergilir Menteri Pendidikan Nasional “Adikarta Kertawidya”. Ajang ini berfungsi sebagai forum diskusi dan dialog tentang masalah pembangunan nasional dan masalah aktual lainnya.
Selain kegiatan Seminar dan Presentase PKM sebagai kegiatan utama PIMNAS XXIV terdapat juga kegiatan penunjang yaitu Lomba Karya Tulis yaitu
1. Lomba Karya Tulis Wirausaha Mahasiswa
2. Lomba Karya Tulis Bidang Lingkungan
3. Lomba Karya Tulis Bidang Kemaritiman
Seperti tahun-tahun sebelumnya, mahasiswa Perikanan UGM tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan turut ambil bagian dalam PIMNAS XXIV tahun ini. Informasi lengkap bisa diunduh disini
Menteri Kelautan dan Perikanan, Dr. Fadel Muhammad, mengatakan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan tetap menjadi prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan. Berbagai upaya yang dilaksanakan, di antaranya mengintensifkan program nasional Minapolitan. Selain itu, untuk mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan perubahan berpikir dan orientasi dari daratan ke maritim, melaksanakan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan, dan peningkatan pendapatan rakyat yang adil, merata, dan pantas. “Ini merupakan empat pilar Revolusi Biru dari KKP sebagai bentuk visi misi di tahun 2010-2014 untuk menyejahterakan masyarakat,” tutur Fadel di Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana UGM, Senin (20/6), saat menjadi keynote speaker Seminar Nasional “Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Kelautan Indonesia Berwawasan Lingkungan”.
Dikatakan Fadel bahwa saat ini telah dikembangkan Program Usaha Mina Pedesaan (PUMP) berbasis perikanan budidaya di 300 kabupaten/kota. Di samping itu, PUMP berbasis perikanan tangkap di 110 kabupaten/kota dan PUMP berbasis usaha pengolahan dan pemasaran di kabupaten/kota, serta Program Pemberdayaan Garam Rakyat (PUGAR) di 40 kabupaten/kota. Dengan demikian, diharapkan tingkat kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan cepat meningkat yang akhirnya memberikan rasa keadilan bagi mereka karena pemerintah memberikan perhatian.
Oleh karena itu, KKP dengan antusias menyambut baik keinginan UGM untuk membuka Fakultas Perikanan dan Kelautan. Dengan fakultas ini diharapkan mampu dihasilkan SDM profesional di bidang sumber daya pesisir, kelautan, dan perikanan. Fadel berharap para tenaga profesional nantinya merupakan tenaga-tenaga yang bersedia terjun di daerah-daerah. “Indonesia timur menyimpan potensi perikanan dan kelautan yang sangat besar, Kupang, dan lain-lain sangat membutuhkan perhatian. Sayang, banyak orang enggan ke sana. Inilah yang menjadi kendala pembangunan perikanan dan ke lautan di sana,” tambah Fadel.
Terkait dengan pembukaan fakultas baru, Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., berharap tidak lama lagi rencana itu akan terwujud. Dikatakannya, laut merupakan area yang sangat luas. Bila sumber daya ini dikelola dengan baik tentu akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. “Itulah yang menjadi latar belakang kenapa kita berkeinginan mendirikan fakultas baru. Untuk menuju pengelolaan yang baik tentu saja membutuhkan akar teori dan ilmu-ilmu sebab di samping menyejahterakan, faktor keamanan juga akan terjamin,” tutur Rektor. (Humas UGM/ Agung)
Dikutip sesuai aslinya dari sini sebelum diedit.
Oleh: Masayu Yulien Vinanda
© WWF-Indonesia/Irza Rinaldi
Jakarta (01/06) – Sebagai upaya untuk meningkatkan permintaan nasional terhadap sustainable seafood, WWF mendorong konsumen untuk lebih selektif memilih hidangan laut. Salah satunya adalah melalui sosialisasi seafood guide, buku saku yang berisi panduan memilih hidangan laut yang berkelanjutan.
Panduan tersebut dibuat bukan untuk melarang atau membatasi konsumsi hidangan laut. Akan tetapi, Seafood Guide merupakan salah satu acuan untuk menikmati hidangan laut dengan lebih bertanggung jawab. Produk hidangan laut di Indonesia, juga di negara lain, terancam ketahanan, keamanan, dan keberlanjutannya akibat rusaknya ekosistem perikanan laut. Ancaman tersebut berasal dari praktik perikanan destruktif, penangkapan berlebih (overfishing), dan tangkapan sampingan (by-catch). Bahkan jika kondisi ini masih terus berlangsung, sejumlah ahli perikanan dunia memperkirakan bahwa di tahun 2048, warga dunia hanya hanya dapat mengkonsumsi ubur-ubur dan plankton karena habisnya stok ikan.
Permintaan tinggi terhadap berbagai jenis ikan karang seperti kakap, tuna, baronang, kepiting, udang hingga lobster membuat para nelayan melakukan segala cara untuk mendapatkan sumber daya laut tersebut dalam jumlah besar. Praktik perikanan destruktif pun dilakukan misalnya dengan menggunakan bom atau racun sianida. Cara penangkapan yang seperti ini merusak ekosistem perikanan, termasuk terumbu karang, yang berujung pada berkurangnya populasi ikan karang.
Melalui kampanye “Choose your seafood right” yang menggunakan seafood guide sebagai instrumen utama kampanye, WWF berusaha untuk mengenalkan gagasan “sustainable seafood” kepada konsumen dan mendorong mereka untuk memilih hidangan laut secara bijak. Dengan meningkatnya permintaan hidangan laut lestari, maka diharapkan pera pelaku industri perikanan akan berproduksi secara lebih efisien dan ramah lingkungan.
Mari kita lestarikan sumber daya laut..demi generasi yang akan datang dan laut lestari!
Unduh Seafood Guide terbaru…