Pengembangan secara berkelanjutan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sering dihadapkan pada beberapa kendala seperti kontinuitas produksi, kualitas dan kuantitas produk, keterbatasan akses pasar, dan lemahnya kualitas pengelola usaha tersebut. Permasalahan tersebut juga kerap dihadapi oleh pembudidaya ikan air tawar di Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman. Untuk mendukung penyelesaian permasalahan tersebut, Bank Indonesia bekerja sama dengan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman serta Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada melaksanakan program pengembangan klaster ikan air tawar.
Berita
Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil menjadi Jawara pertama dalam national business plan Competition yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) dalam acara the 6th Management e[X]posed 2011 dengan tema “Ignite Your Creativity Into Visible Business”. Tim Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil unggul dari sepuluh (10) finalis lainnya yang berasal dari berbagai universitas, seperti UI, UPI, UNPAD, dan Prasetiya Mulya dimana sebelumnya untuk mencapai tahap finalis, telah dilakukan seleksi proposal tingkat nasional, dan dilanjutkan dengan presentasi tentang business plan pada tanggal 27-28 Desember 2011 untuk para finalis terpilih di Jakarta. (28/11/2011).
C&D Ngayogyakarto menjadi satu-satunya tim perwakilan UGM yang semuanya beranggotakan mahasiswa dari jurusan perikanan UGM dengan mengangkat tema business plan C&D (Chicken and Duck) Cereals sebagai judul proposal dimana memanfaatkan limbah ikan yang berprotein tinggi menjadi sebuah pakan ternak unggas.
Beberapa praktisi yang menjadi juri dalam event ini antara lain Managing Director Okezone.Com, Ronny Sugiadha; dosen FEUI, Isfiandiari Jafar serta Ades Aulia; Creative Industry. Rony Sugiadha berpendapat bahwa, “jadi ini produk yang berinovasi, yang selama ini pakan ternak dari jagung, dengan adanya inovasi C&D ini, pakan ternak bisa dari limbah ikan, yang menurut saya ini merupakan inovasi yang sangat besar sekali terhadap industri pakan ternak di dunia”.
Dari event the 6th Management e[X]posed 2011 diharapkan timbul sebuah ide kreatif dari mahasiswa untuk berwirausaha. Ajang perlombaan business planini merupakan sebuah langkah awal pengembangan kreativitas mahasiswa, sehingga nantinya diharapkan mahasiswa tidak akan berhenti pada proses pembuatan rencana bisnis semata namun dapat menggambil sebuah action untuk memulai sebuah usaha.
Jurusan Perikanan UGM bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan menyelenggarakan Kuliah Umum Dalam Rangka BULAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN dengan tema “Meningkatkan Kapasitas Industri Pengolahan Hasil Perikanan di Pasar Global” pada 12 November 2011. Indonesia merupakan salah satu produsen, eksportir, dan konsumen utama produk hasil perikanan dunia. Setelah China dan Peru, Indonesia menempati posisi ketika sebagai the big three produsen ikan dunia dari kegiatan perikanan tangkap. Sementara dari kegiatan perikanan budidaya, Indonesia menempati urutan ke-empat. Produksi perikanan nasional terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan capaian total produksi mencapai 9,8 juta ton di tahun 2009. Seiring dengan perkembangan yang melambat pada usaha perikanan tangkap, peran perikanan budidaya semakin menonjol, bahkan menjadi andalan di masa yang akan datang. Dari sisi ekspor, komoditas perikanan juga memiliki posisi yang sangat penting diantara komoditas pertanian. Total nilai ekspor perikanan Indonesia di tahun 2010 diperkirakan mencapai sekitar US$ 2,89 milyar. Dengan tingkat konsumsi ikan 32 kg/kapita/tahun dan jumlah penduduk mencapai 237,5 juta jiwa, Indonesia juga menjadi tujuan pemasaran hasil perikanan. Karena itu, usaha perikanan tidak hanya penting bagi 4,69 juta orang nelayan dan pembudidaya ikan yang menjadi pelaku utama usaha perikanan, tetapi juga diharapkan menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hasil perikanan telah menjadi komoditas yang mendunia. Menurut data FAO (2010) nilai ekspor hasil perikanan dunia pada tahun 2008 yang lalu mencapai US$102 miliar, meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan nilai 10 tahun sebelumnya. Bahkan jika dihitung net export (selisih antara total nilai ekspor dan total nilai impor) dan hasil perikanan dunia tersebut jauh di atas hasil-hasil pertanian lainnya seperti kopi, karet, pisang, daging, teh, dan lainnya, bahkan dengan peningkatan yang lebih pesat. Dengan kecenderungan semakin menglobalnya produk perikanan, Indonesia perlu terus berbenah agar dapat memanfaatkan peluang yang ada karena Indonesia telah diberkahi keunggulan komparatif dengan kekayaan sumberdaya ikan. Karena itu perbaikan diarahkan pada peningkatan keunggulan kompetitif dari produk perikanan sehingga mampu bersaing dan menambah nilai tambah produk perikanan. Berbagai perbaikan perlu terus dilakukan karena seiiring dengan globalisasi perikanan, produk-produk olahan hasil perikanan dari negara lain semakin mudah ditemukan seperti sushi, sashimi, dim sum, tom yam, dan lainnya dengan mudah diperloeh di rumah-rumah makan Jepang, Thailand, China, Korea, Thailand, serta jaringan pasar modern di kota-kota besar di tanah air. Untuk itu, industri perikanan nasional harus mampu meningkatkan dayasaingnya agar dapat bertahan dan meningkatkan posisinya dalam percaturan perdagangan ikan dunia.
Ikan dengan mutu biasa-biasa saja dan keamanannya yang tidak/belum terjamin, pasti akan kalah bersaing dengan produk sejenis dari negara pesaing yang lebih terjamin mutu dan keamanannya, terstandardisasi secara baik, serta harga terjangkau oleh daya beli masyarakat dunia. Untuk menghadapi hal ini, Indonesia perlu mempersiapkan produk perikanan yang berkualitas dan aman, yang terjamin sejak bahan baku, pascapanen, transportasi dan distribusi, sampai kepada konsumen akhir (from farm to table). Sebagai indikator keberhasilan persaingan produk perikanan adalah produk perikanan yang dihasilkan harus bermutu dan bergizi, bebas dari cemaran berbahaya, aman untuk dikonsumsi, dan diolah dengan teknologi yang ramah lingkungan.
Kuliah umum yang diselenggarakan oleh Jurusan Perikanan Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dalam rangka Bulan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, memberikan gambaran terkini tentang kondisi industri perikanan nasional. Kuliah Umum dilaksanakan di Auditorium Prof. Ir. Harjono Danoesastro Fakultas Pertanian UGM pada tanggal 12 November 2011, dengan menghadirkan empat orang narasumber yaitu Dr. Ir. Ketut Sugama, M.Sc., Ir. A. Bambang Sutejo, M.Si, dan Dr. Ir. Santoso, M.Phil dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Dr.Ir. Ustadi, M.P. dari Jurusan Perikanan UGM. Bahan kuliah umum tersebut dapat diunduh pada tautan berikut:
YOGYAKARTA – Potensi sumber daya budidaya perikanan di Indonesia sangatlah besar. Saat ini Indonesia menjadi Negara penyumbang bahan makanan dari budiaya perikanan terbesar ke-4 di dunia, sesudah China, India, Vietnam. Meskipun demikian, konsumsi ikan di Indonesia tidak merata, di luar jawa pada umumnya tinggi dari rata-rata (30,17 kg/kapita), sedangkan di Jawa lebih rendah bahkan kurang dari 20 kg/kapita.
Hal itu disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Rustadi, M.Sc., dalam pidato pengukuhan guru besar Fakultas Pertanian UGM yang berlangsung di ruang balai senat, Rabu (16/11). Menurut Rustadi, budidaya perikanan semakin penting peranannya secara nasional maupun global. Karena kontribusinya dalam penyediaan bahan makanan berprotein, lapangan kerja, pendapatan, lingkungan dan pengentasan kemiskinan sangatlah besar.
Namun demikian, beberapa tipe budidaya perikanan telah menurunkan keanekaragaman dan pencemaran genetik, konservasi lahan yang mengarah pada perusakan habitat dan pencemaran lingkungan dan wabah penyakit. “Upaya peningkatan produksi muncul beberapa kendala dalam budidaya perikanan karena masih kurang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan,” katanya.
Oleh karena itu, dia mengusulkan pembangunan berkelanjutan dalam budidaya perikanan seharusnya menerapkan budidaya perikanan sesuai daya dukung, pengembangan ikan dengan trofik makanan pendek, system budiaya polikukltur dan budidaya terpadu, penerapan budidaya yang ramah lingkungan, substitusi tepung dan minyak ikan dengan bahan alternatif, pengendalian penyakit dan penebaran benih tahan penyakit serta penerapan bio-safety.
Akibat penurunan keanekaragaman dan pencemaran genetik, konversi lahan, pencemaran lingkungn, wabah parasit dan penyakit, perlu diatasi dengan menerapkan budidaya ikan sesuai dengan daya dukung, budidaya ikan dengan trofik makanan pendek, sistem polikultur dan terpadu, pengelolaan budidaya perikanan yang ramah lingkungan, pengendalia penyakit dan penggunaann benih tahan penyakit dan biosafety. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Asian Cross-Cultural Exploration (ACCE) Programme 2012 in Korea
Asian Cross-Cultural Exploration (ACCE) Programme merupakan proyek antara ASEAN University NEtwork (AUN) dan Multicultural Education and Research Institute (MERI), Yeungnam University. Program ini bermaksud untuk mempromosikan pertukaran dan saling pengertian dari pemuda ASEAN-Korea dan membangun sebuah komunitas kebudayaan on-line. Program ini terdiri dari dua sub-Program. Program sub-pertama adalah Asian Cross-Cultural Exploration (ACCE) Program. Program ini mengundang para pemuda dari negara-negara ASEAN dengan Republik Korea (ROK), memberikan kesempatan untuk bertukar ilmu dan kebudayaan dengan pemuda Korea dan begitu pula sebaliknya. Mereka akan memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi budaya Asia (musik dan seni budaya), mendalami keragaman budaya di wilayah ini, dan untuk mencari kemungkinan kolaborasi kreatif kebudayaan Asia.
Program ini diharapkan akan memberikan kontribusi dengan caranya sendiri untuk penciptaan komunitas Asia Timur, Khususnya pilar sosial-budaya masyarakat, dengan meningkatkan saling pengertian dan kesadaran di antara pemuda negara ASEAN dan Korea mengenai budaya masing-masing. Program ini ditujukan kepada mahasiswa S1 yang berminat dan memiliki bakat dalam bidang musik tradisional atau modern, melukis, menari, membatik, carving (mengukir/menatah: batu/kulit/kayu), dalang dan seni lainnya yang termasuk kriteria AUN.
Persyaratan:
- Formulir ACCE yang diisi
- Transkrip nilai asli dalam bahasa Inggris
- Biodata atau resume
- 2 foto (35 x 45 mm)
- Fotokopi paspor
- Hasil tes kemampuan berbahasa Inggris (sertifikat TOEFL score)
- Applicant assessment form
- Umur antara 17-24 tahun
- Memiliki pengalaman dalam kegiatan musik atau bisa/sedang belajar seni
- Dalam bidang arts, pelamar mohon melampirkan foto karyanya
Kelengkapan persyaratan harap dikirimkan paling lambat tanggal 15 November 2011 ke alamat email aun.korn@gmail.com. Hasil seleksi akan diumumkan tanggal 30 November 2011.
Unduh berkas:
[download id=”1″]
Mahasiswa Perikanan UGM meraih juara pada Lomba Inovasi Pengembangan Produk Perikanan yang diadakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kedaulatan Rakyat 19/08/2011 08:18:45 PANTAI Depok adalah pantai yang terletak di sebelah barat pantai Parangtritis, Kretek, Bantul DIY. Sebelum terjadi krisis moneter 1998, pantai Depok belum begitu dikenal dan juga belum ada aktivitas perikanan tangkap. Aktivitas perikanan di pantai Depok dimulai bersamaan dengan krisis moneter tahun 1998-an.
Kini pantai Depok telah berubah menjadi kawasan wisata kuliner sea food yang terkenal di DIY. Sehingga setiap hari Sabtu dan Minggu tidak kurang satu ton ikan terjual baik untuk dibawa pulang segar maupun diolah di tempat. Berubahnya pantai Depok ini cukup menarik untuk kita cermati lebih jauh. Satu hal yang pasti telah terjadi adalah adanya perubahan cara pandang, perilaku dan budaya masyarakat setempat dalam mensikapi adanya potensi perikanan dan kelautan. Perubahan yang terjadi di masyarakat tersebut terjadi secara alami (by nature) dan dengan memanfaatkan kearifan lokal. Dengan demikian pantai Depok dapat dijadikan salah satu contoh bahwa sektor perikanan dan kelautan dapat menjadi pintu gerbang baru untuk menyejahterakan masyarakat, sebagaimana harapan yang disampaikan Sri Sultan Hamengku Buwono X pada acara Rapat Koordinasi (Rakor) Kelautan dan Perikanan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 2011 di Yogyakarta tanggal 21 April.
Perubahan budaya
Potensi perikanan dan kelautan DIY yang cukup besar tidak akan berarti apa-apa bagi pengembangan kesejahteraan masyarakat tanpa dimanfaatkan secara benar, optimal dan lestari. Pemanfaatan sumber daya perikanan laut di DIY selama ini masih terbatas dan belum mencapai optimal, meskipun saat ini telah ada 19 titik pendaratan ikan di sepanjang pantai DIY dan PPI Sadeng. Sumber daya perikanan yang ada dapat menjadi pintu gerbang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terjadi apabila telah terjadi transformasi pola pikir (mind set), pola tindak dan budaya masyarakat khususnya masyarakat di sepanjang pantai DIY. Masyarakat di pantai Depok adalah sebagai contoh masyarakat yang telah mengalami perubahan mind set dan budaya dari agraris menuju masyarakat maritim khususnya dengan memanfaatkan kegiatan pariwisata.
Sejak sekitar 4 tahun yang lalu, pemda DIY telah mengerjakan pembangunan pelabuhan perikanan Tanjung Adikarto yang terletak di desa Karangwuni, Kec Wates, Kab Kulonprogo dan saat ini sudah memasuki fase pembangunan kolam pelabuhannya. Diharapkan dalam 1-2 tahun ke depan, pelabuhan perikanan tersebut sudah dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan ikan. Adanya kegiatan penangkapan ikan, secara otomatis akan muncul berbagai kegiatan yang terkait (multiflier effects) yang cukup besar.
Penulis mengamati perkembangan kawasan pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Prigi yang terletak di Kab Trenggalek, Jawa Timur. Pada tahun 1989, Prigi yang saat itu belum dibangun pelabuhan dan hanya ada tempat pendaratan ikan (TPI) dengan beberapa perahu nelayan yang tidak melaut. Tiga belas tahun kemudian telah berubah menjadi kawasan yang sangat ramai dengan berbagai macam kegiatan ekonomi. Pengembangan perikanan tangkap di pantai selatan DIY mempunyai prospek yang cerah dan dapat menjadi prime mover kegiatan ekonomi daerah. Sebab penangkapan ikan bersifat quick yielding (cepat menghasilkan) meskipun akan menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan.
Rendahnya jumlah nelayan samudera dari Provinsi DIY menunjukkan masih adanya kendala transformasi budaya agraris menjadi budaya maritim. Di sisi lain penduduk pesisir yang bergerak pada bidang non nelayan, perubahan kultur agraris menjadi pedagang ikan, rumah makan, pelaku pariwisata dan sebagainya tampaknya berjalan cepat dan tanpa hambatan.
Tantangan ke Depan
Adanya pembangunan pelabuhan perikanan Tanjung Adikarto di Kulonprogo perlu menjadi perhatian yang serius bagi kita semua. Tanpa adanya persiapan masyarakat setempat, maka akan terjadi perebutan akses ekonomi yang kemungkinan akan menyebabkan masyarakat sekitar hanya menjadi penonton saja. Sedang masyarakat pendatang yang mempunyai kecukupan modal, keterampilan, akses pasar dan informasi akan dengan mudah memenangkan persaingan tersebut. Kejadian ini dikhawatirkan dapat menimbulkan ketimpangan dalam mendapatkan manfaat adanya pembangunan pelabuhan perikanan tersebut.
Permasalahan sebagaimana yang terjadi di PPS Cilacap tidak seharusnya terjadi, apabila masyarakat lokal mempunyai kepercayaan diri untuk dapat mengakses kegiatan ekonomi secara memadai.
Disamping itu, adanya kondisi yang kondusif terhadap pendatang dari luar daerah yang berniat untuk membuka usaha di suatu kawasan pelabuhan. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah daerah baik Kabupaten Kulonprogo, maupun pemerintah Provinsi DIY untuk mempersiapkan masyarakat lokal sebaik-baiknya. q – k. (3273-2011).
*) Dr Triyanto, Dosen Jurusan Perikanan UGM dan Ketua Forum Mitra Bahari (FMB) Regional Center DIY.
Tulisan ini kerja sama Panitia Lustrum 13 Fak Pertanian UGM dengan KR.
YOGYAKARTA- Perubahan cuaca merupakan isu global dan telah menjadi masalah yang kronis. Karakter dampak perubahan iklim adalah: perubahan suhu rata-rata global, perubahan presipitasi/curah hujan, kenaikan level permukaan laut dan kenaikan suhu, serta kejadian-kejadian ekstrim lain, seperti siklon, angin rebut, dan banjir.
Dampak perubahan iklim terhadap budidaya perikanan bisa secara langsung dapat mengubah fisiologi, perilaku dan pertumbuhan, kemampuan reproduksi, kematian ikan dan produktivitas. Sedangkan secara tidak langsung mengubah ekosistem aquatic sebagai tempat hidup, stok dan suplai ikan, barang dan jasa yang diperlukan dalam budidaya perikanan. Untuk mengurangi kerentanan budidaya perikanan dari dampak perubahan iklim sangat diperlukan adaptasi dan mitigasi.
“Adaptasi dan mitigasi pada skala yang sesuai pada tingkat individu, keluarga, institusi pemerintah baik local, nasional dan global dengan menetapkan rencana penanganan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang,”papar Guru Besar Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Rustadi, M.Sc. saat memberikan paparan pada Seminar Nasional Tahunan VIII Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, di Auditorium Fakultas Pertanian UGM, Sabtu (16/7).
Rustadi menambahkan penanganan dampak perubahan cuaca pada dasarnya untuk menjamin ketersediaan pangan dan pembangunan yang berkelanjutan. Sementara isu-isu negatif dalam budidaya perikanan juga perlu ditangani meliputi: pelepasan dan perubahan genetik pada stok ikan liar, pengubahan lahan hutan bakau, limbah yang menurunkan kualitas air lingkungan, wabah parasit dan penyakit, bahan residu dan biosecurity (keamanan biologi).
“Dengan begitu budidaya perikanan berkelanjutan harus memprioritaskan antara lain pada budidaya perikanan yang sesuai daya dukung serta pengembangan sistem budidaya terpadu,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut Rustadi juga sempat menyinggung bahwa pertumbuhan jangka panjang industri budidaya perikanan membutuhkan praktek-praktek manajemen kegiatan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Ia menilai banyak pembudidaya/pengusaha budidaya pada tahun-tahun terakhir ini telah mengadopsi praktek kehati-hatian, khususnya yang menyangkut lingkungan. Namun di negara-negara miskin ataupun berkembang praktek kebijakan itu masih belum memungkinkan secara ekonomi, sosial maupun politik.
Sementara itu Kepala Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, Dr.Ir.Endhay Kusnendar, MS dalam acara tersebut mengakui adanya citra kurang baik produk tradisional hasil perikanan karena diolah dengan tingkat sanitasi dan hygiene rendah, mutu dan kesegaran bahan mentah rendah, keamanan tidak terjamin, teknologi turun temurun, dan kemampuan manajemen kurang memadai. Untuk itu produk diarahkan untuk memperbaiki citra dan membuatnya dikenal lebih luas.
“Ini bisa dilakukan misalnya dengan pola OVOP, menciptakan image indrawi produk, kemasan lebih baik dan dikaitkan dengan kegiatan wisata,” kata Endhay.
Selain itu, dalam pengembangan produk perikanan sejauh ini juga masih dijumpai beberapa kendala diantaranya ketersediaan bahan mentah secara kualitas dan kuantitas, tingginya keragaman jenis sumberdaya, serta masih terbatasnya industri pengolahan perikanan yang memiliki tim pengembangan produk (Humas UGM/Satria AN)
Dikutip dari Rilis UGM
Press Release
SEMINAR NASIONAL TAHUNAN VIII
HASIL PENELITIAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
TAHUN 2011
Sabtu, 16 Juli 2011 di Jurusan Perikanan UGM
Indonesia merupakan negara bahari dengan luas laut mencapai 5,8 juta km2 (70% dari luas wilayah) dengan 17.503 buah pulau dan garis pantai 81.000 km, yang sangat potensial untuk berkembang menjadi negara industri berbasis perikanan dan kelautan. Sektor perikanan dan kelautan memberikan kontribusi besar untuk meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), menyediakan lapangan kerja, menghasilkan produk unggulan, menopang ketahanan pangan nasional, menjaga keamanan wilayah dan teritorial Indonesia terutama pulau terluar yang berbatasan dengan negara tetangga.
Keunggulan suatu bangsa pada era globalisasi ekonomi sekarang ini sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa itu dalam memproduksi dan ”menjual” ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh berbagai institusi riset diharapkan akan menghasilkan teknologi yang akan memberikan nilai ekonomi dan kesejahteraan yang besar. Institusi riset tersebut diharapkan mampu menyebarluaskannya kepada publik, baik dalam skala nasional maupun internasional. Diseminasi hasil-hasil penelitian tentang sumberdaya kelautan dan perikanan dan harapan pemanfaatannya mendorong diadakannya seminar ini secara rutin. Oleh karena itu, Jurusan Perikanan melalui Semnaskan UGM VIII tahun 2011 kembali mengajak peneliti dari berbagai lembaga ilmu pengetahuan di seluruh Indonesia untuk berbagi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam diskusi dan penerbitan, baik prosiding maupun Jurnal Perikanan serta Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi Perikanan.
Data Seminar Nasional Tahunan I-VII Hasil Perikanan dan Kelautan Jurusan Perikanan UGM menunjukkan bahwa peneliti perikanan dan kelautan Indonesia yang terlibat semakin meningkat. Seminar Nasional pada tahun 2004 diikuti oleh 400 peserta baik dari bidang pertanian maupun perikanan dan kelautan dengan jumlah makalah 128. Tahun 2005, Semnaskan UGM III diikuti oleh lebih dari 250 peserta dengan 200 makalah. Semnaskan UGM IV (2007) diikuti oleh 245 peserta dengan 249 makalah. Semnaskan UGM V (2008) diikuti oleh 245 peserta dengan 257 makalah, Semnaskan UGM VI (2009) diikuti oleh 397 peserta dengan 428 makalah dan Semnaskan UGM VII (2010) diikuti oleh 306 peserta dengan 420 makalah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, panitia Semnaskan VIII Tahun 2011 telah menseleksi hampir 500 abstrak hasil penelitian, 379 makalah diantaranya akan dipresentasikan, baik presentasi oral maupun poster. Total peserta pada tahun ini mencapai 414 peserta. Peserta seminar berasal dari seluruh belahan nusantara dari Papua, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, sampai Sumatera. Peserta terdiri dari perguruan tinggi negeri maupun swasta (IPB, Universitas Diponegoro, UGM, Universitas Pattimura, Universitas Riau, Unsoed Purwokerto, UNY, Universitas Hassanudin, Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, Universitas Lambung Mangkurat, Unitomo Surabaya, Universitas Mataram, Universitas Nusa Cendana, ITS Surabaya, Universitas Djuanda, dll), peneliti di lingkungan Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan (Badan Riset Perikanan Laut, Badan Riset Perikanan Tangkap, BBL Lampung, BBRPBL Gondol, BRPPU Palembang, BRPBAP Maros, BRPBAT Bogor, IRHIBAT Depok, LRPSI Jatiluhur, Loka Budidaya Laut Batam, Loka Budidaya Laut Lombok, LRPTBPAT Sukamandi, BBAT Sukabumi, LRPP Sukamandi, Pusat Karantina, BPPMHP), lembaga-lembaga penelitian (MII, Coremap LIPI, LON LIPI, BPTP, Puslit Biologi LIPI, BPPT) maupun kalangan swasta. Hal ini menunjukkan bahwa agenda seminar tahunan tersebut dapat menjadi wahana penting bagi para peneliti untuk menyebarluaskan hasil-hasil penelitian dalam bidang perikanan dan kelautan.
Pada Semnaskan UGM VIII Jurusan Perikanan akan mengundang dua pembicara kunci (keynote speaker): Prof. Dr. Ir. Rustadi, M.Sc (Guru Besar Ilmu Perikanan Universitas Gadjah Mada) dan Dr. Ir. Endhay Kusnendar, M.Sc (Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan- Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia).
Penyelenggaraan Semnaskan_UGM VIII pada tahun 2011 dilaksanakan pada tanggal 16 Juli 2011 di kompleks Perikanan UGM. Acara ini merupakan kerjasama Jurusan Perikanan UGM bekerjasama dengan Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan-BRKP KKP. Jumlah kelas presentasi yang disediakan terdiri dari 12 kelas paralel yang terdiri dari 9 bidang yang mencakup bidang Budidaya Perikanan (Rekayasa Budidaya, Genetika dan Pembenihan, Pakan dan Nutrisi Ikan, Penyakit Ikan), Manajemen SDP (Biologi Perikanan, Penangkapan & Kelautan, Manajemen Sumberdaya Perikanan, Sosial Ekonomi Perikanan), dan bidang Pascapanen (Keamanan Pangan, Nilai Tambah, Pangan Fungsional, Pengawetan Pangan, dan Pengembangan Produk).
Selain sebagai sarana komunikasi ilmiah, acara Semnaskan VIII ini juga merupakan ajang pameran produk-produk perikanan hasil penelitian, diantaranya Delifiz (produk olahan ikan komersial), vaksin Streptococcus dan Vibrio dari Laboratorium Penyakit Ikan dan karya-karya dari lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi tradisi positif yang terus berlangsung bagi pengembangan ilmu pengetahuan perikanan dan kelautan.
Yogyakarta, 13 Juli 2011
Panitia Semnaskan UGM – VIII
Konsumsi yang dibutuhkan oleh korban bencana biasanya berupa makanan yang tahan lama jika disimpan, proses penyajiannya pun cukup cepat, sederhana dan dapat disajikan secara massal. Merasa tertantang untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Nur Hasanah bersama dengan Harry Indra Permana, Budi Mulyara, Annisa Lutfi Alwi dan Nuri Muahiddah yang sesama mahasiswa Perikanan UGM membuat inovasi dengan mengembangkan kombinasi makaroni dan lele fillet yang dikemas dalam kaleng. Inovasi ini juga lolos sebagai peserta Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXIV yang tahun ini diselenggarakan di Makassar, Sulawesi Selatan dengan judul karya “Kombinasi Ikan Lele (Clarias sp.) dengan Makaroni Bersaus Tomat dalam Kaleng Sebagai Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Gizi Masyarakat“. Pengembangan ini diharapkan dapat menjadi sebuah alternatif produk makanan yang relatif lebih tahan lama masa simpannya, bahan baku murah dan mudah cara pembuatannya.
Tujuan yang ingin dicapai yaitu meningkatkan nilai ekonomis lele (Clarias sp.) dengan inovasi makaroni dan saos tomat dan memenuhi kebutuhan protein masyarakat dengan produk olahan inovatif yang bergizi dan aman bagi kesehatan. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi atau AKG BPOM NO. HK.00.05.5.1142 tanggal 25 Maret 2003, hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa produk Lele Makaroni memberikan persentase kebutuhan gizi terutama protein sebesar 20 % dari per sajian satu Produk Lele Makaroni, artinya Lele Makaroni dapat dijadikan alternatif baru dalam upaya pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat dengan kandungan protein tinggi. Keterkaitan secara lebih jelas dirumuskan dalam pengertian ketahanan pangan (food security) yaitu tersedianya pangan dalam jumlah dan mutu yang memadai dan dapat dijangkau oleh semua orang untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Selain itu, dengan bahan baku berupa ikan lele yang mengandung 20% protein. Protein baik untuk sistem pencernaan, memperkuat sistem daya tahan tubuh, membantu sistem pernapasan, menghasilkan hormon dan enzim. Selain itu, ikan lele mengandung Omega-3 dan Omega-6 yang bermanfaat untuk perkembangan fungsi saraf, menurunkan kadar kolesterol darah, mengatasi beban penderita penyakit asma, rematik dan ibu hamil sangat dianjurkan mengonsumsi omega 3 untuk proses tumbuh kembang otak janin.
Produk Lele Makaroni (fish canned) merupakan kombinasi antara makaroni dan ikan lele yang dikemas dengan teknologi pengalengan agar produk makanan menjadi relatif lebih tahan lama masa simpannya, tanpa bahan pengawet dan siap saji. Selain itu, dengan bahan baku berupa ikan lele yang mengandung 20% protein. Protein baik untuk sistem pencernaan, memperkuat sistem daya tahan tubuh, membantu sistem pernapasan, menghasilkan hormon dan enzim. Selain itu, ikan lele mengandung Omega-3 dan Omega-6 yang bermanfaat untuk perkembangan fungsi saraf, menurunkan kadar kolesterol darah, mengatasi beban penderita penyakit asma, rematik dan ibu hamil sangat dianjurkan mengonsumsi omega 3 untuk proses tumbuh kembang otak janin.
Produk Lele Makaroni merupakan produk yang mengalengkan ikan air tawar di mana selama ini budidaya air tawar terus digencarkan dalam program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pusat yaitu mencapai target 300 %, hal ini merupakan keunggulan produk Lele Makaroni yang diproduksi tidak hanya memandang profit atau keuntungan semata tetapi juga membantu serta mengoptimalkan program pemerintah dalam hal mencapai kesejahteraan pangan masyarakat. Tahapan yang dilakukan dalam memulai produksi dan pemasaran produk Lele Makaroni ini adalah koordinasi dan negosiasi, perbaikan mutu produk, produksi, analisis proksimat, labeling dan pemasaran. Pemasaran didukung oleh promosi dengan penyebaran leaflet dan kartu nama.
Produk ini memperoleh tanggapan yang baik dari konsumen. Baik dari segi rasa ikan, makaroni, serta inovasi pengalengan sendiri. Sifatnya yang siap saji membuat konsumen tertarik untuk membeli. Seperti salah satu konsumen kami seorang pendaki gunung, memilih lele macaroni sebagai bekal perjalanannya karena produk ini selain praktis dan siap saji juga mengandung gizi yang seimbang sehinggga baik untuk kesehatan. Rasa ikan yang gurih dengan saus asam manis sangat sesuai untuk lidah masyarakat Yogyakarta yang tidak terlalu suka pedas. Berbagai dukungan positif kami terima dari berbagai pihak terutama dalam hal memotivasi untuk terus berjuang. Bahkan banyak pihak yang mendukung untuk keberlanjutan usaha pengalengan ini setelah masa hibah dana PKM ini selesai. Pengembangan kualitas produk akan terus kami lakuakan dengan berinovasi yang lebih bagus lagi. Untuk ke depannya kami berharap produk ini bisa bersaing dengan produk-produk pengalengan yang sudah ada sebelumnya sehingga meningkatkan daya saing produk pengalengan local di Industri Indonesia yang dimana produk pengalengannya masih didominasi oleh produk impor. Sehingga dapat mendukung program pemerintah yaitu peningkatan 300% produk perikanan dan gemar makan ikan.