Mahasiswa baru Jurusan Perikanan UGM angkatan 2012 diajak lebih mengenal dunia perikanan dengan mengunjungi pelabuhan dan perusahan perikanan di Cilacap dan sekitarnya.
Berita
Tema “Yogyakarta Menyongsong Peradaban Baru” muncul dalam gelaran Dialog Budaya dan Gelar Seni “YogyaSemesta” seri 53 di Pringgitan Wetan Wiyatapraja, Kompleks Kepatihan Danurejan, Yogyakarta, Rabu (3/10).
Hadir tiga nara sumber dalam dialog budaya tersebut. Mereka adalah Kyai H.M. Jazir ASP, Pengasuh Pondok Pesantren “Abdullah Ibnu Abbas”, Grojogan, Tamanan, Banguntapan, Bantul, Rama Pastur Dr. Gregorius Subanar, SJ, Pakar Sejarah & Kepala LPPM Universitas “Sanata Dharma”, dan Dr. Lono Lastoro Simatupang, Staf Pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas “Gadjah Mada”.
Berikut wacana pengantar dialog budaya yang ditulis pengasuh Dialog Budaya dan Gelar Seni “YogyaSemesta” seri -53 oleh Heri Dendi, pengasuh kegiatan:
Dengan memilih topik “Yogyakarta Menyongsong Peradaban Baru” dimaksudkan mengajak masyarakat Merespon visi misi Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam membangun Keistimewaan Yogyakarta dengan kontribusi menciptakan pra kondisi menuju ‘ manusia yang utama’ (jalma kang utama) sebagai aktor utama dalam membentuk peradaban baru.
Pergeseran Pusat Peradaban
Dewasa ini, ada tanda-tanda lahirnya Abad Pasifik yang membawa pergeseran pusat gravitasi dunia dari Atlantik ke Pasifik. Banyak tokoh yang memprediksikan pergeseran itu, misalnya Nakasone, Toynbee serta Spengler, Roosevelt, Anwar Ibrahim serta Bung Karno.
Tahun 1974, Overholt meramal kebangkitan Pasific dari perspektif sejarah. Tentang sejarah, beberapa kawasan bergantian menjadi pusat dinamika ekonomi dunia dari China, Timur Tengah, Mediterania, Inggris, Laut Utara hingga Atlantik Utara.
Krisis finansial di Eropa dan maraknya ‘Arab Spring’ di Timur Tengah mendukung tren perubahan geopolitik yang menggeser pusat peradaban dari Barat ke Timur. Gelombang demokrasi telah terjadi di Tunisia, Mesir, Libya, Bahrain dan kini tengah berlangsung di Suriah. Fenomena itu menimbulkan destabilisasi politik, ekonomi dan sosial di Eropa dan Timur Tengah.
Krisis global itu mengakibatkan demistifikasi global atas kompetensi Barat. Implikasinya, Barat harus secara tegas meninggalkan kapitalisme pasar tanpa kekang, yang menjadi ciri dekade ini. Memang, masih terlalu pagi untuk memprediksi apakah ini penolakan sementara, ataukah perubana arah signifikan dalam jangka panjang.
Trend serupa juga terjadi di dunia spiritualitas, ‘Barat berkiblat ke Timur’, yang diyakini, spiritualitas Timur bisa mengatasi krisis spiritual Barat sebagai reaksi balik atas dosa-dosa sains, kapitalisme, imperialisme yang eksploitatif atas manusia, lingkungan dan masyarakat.
Dulu, bangkitnya Barat mengubah dunia. Tetapi sekarang, Barat menjadi bagian dari solusi sekaligus masalah. Bangkitnya Timur sekarang akan membawa perubahan signifikan serupa.
BRICS dan Peran Indonesia
Kebangikitan Timur juga ditandai kekuatan ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) yang berperan dalam ekonomi global. Kita menunggu bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS untuk memperkuat dunia Timur, yang akan membawa perubahan lanskape internasional.
Beberapa ahli Barat menangkap implikasi atas perubahan itu. Pertama, akan mencapai titk akhir era dominasi Barat, tetapi bukan akhir Barat, yang tetap seabgai kekuatan peradaban besar untuk beberapa dekade ke depan. Kedua, kita akan menyaksikan renaisans Asia yang menakjubkan, yakni derap langkah ‘Asia Menuju Modernitas’ (Asian march to modernity).
Sekarang, ekonomi terbesar kedua dan ketiga berada di Asia, China dan Jepang. Jika pada 2012, prediksi IMF terbukti, China menjadi negara adidaya ekonomi terbesar, hal ini mengukuhkan pergeseran gravitasi ekonomi global dari Barat ke Timur.
Putar Kemudi ke Visi Maritim
Majapahit sebagai negara maritim utama, pernah memiliki armada maritim 2.800 perahu, melebihi jumlah rata-rata kapal dalam satu ekspedisi yang hanya 100 perahu, juga lebih besar daripada Makassar yang memiliki 200 perahu.
Dalam transkrip Marcopolo, ketika tahun 1271 ia ke Sumatera, walau tidak ke Jawa, ia menulis,”Pulau Jawa itu kaya sekali.” Negarakertagama menceritakan: Ada 98 tempat di nusantara yang membayar pajak kepada Majapahit, termasuk 16 di semenanjung Melayu, Pahang, Langkawi, Kelantan, Trengganu, Tumasik (Singapura), Kelang serta Kedah.
Pramoedya Ananta Toer dalam Arus Balik menggambarkan kekuatan maritim Nusantara pernah berpendaran damai ke Utara. Tetapi arus zaman berbalik, saat kekuasaan laut menjadi kekuasaan darat di pedalaman, kemuliaan menukik dalam kemerosotan,kejayaan berubah ke kekalahan, kecemerlangan cendekia menjadi kemandegan penalaran, kesatuan menjadi perpecahan.
Mundur bukan dalam arti geografis saja tetapi mundur ke pedalaman diri sendiri, ke pedalaman nurani dan kenalurian yang mengganti nalar rasional.
Bertolak dari refleksi sejarah itu, kita harus meneguhkan kembali jati diri bangsa sebagai penghuni negara Maritim, beranjak dengan visi dan strategi cerdas keluar dari paradigma agraris tradisional ke paradigma maritim raisonal berwawasan global, memutar kemudi ke arah visi negara maritim.
Arus Balik itu yang harus menjadi motivasi membangun peradaban baru unggul yang menghasilkan ‘manusia Indonesia yang utama’, yang berasaskan Ketuhanan, rasa kemanusiaan dan rasa keadilan’, dengan mengandalkan modal dasar ‘kebudayaan dan pendidikan’.
Dari ‘Among Tani’ke ‘Dagang Layar’
Mengikuti trend pergeseran peradaban ke Timur, Yogyakarta dalam membangun peradaban barunya yang unggul juga dengan strategi budaya: membalik paradigma ‘among tani’ menjadi ‘dagang layar’. Dari pembangunan berbasis daratan ke kemaritiman. Konsekuensinya, Laut Selatan bukan lagi ditempatkan sebagai halaman belakang, tetapi justru dijadikan halaman depan.
Perubahan paradigmatis ini paralel, bahkan terdukung oleh kebijakan ekonomi nasional dengan ditempatkannya wilayah Kulonprogo dalam program MP3I (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia0 berupa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), termasuk dalam ‘Koridor Delapan’ seluas 3500-3700 ha.
Konsekuensinya, perlu melakukan kaji ulang terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) secara komprehensif, menyeluruh dan lengkap, dengan menempatkan Jawa bagian selatan untuk penyebaran pertumbuhan.
Mengalihkan pusat pertumbuhan ekonomi dari wilayah Panturea ke Pantai Selatan dengan berkembangnya klaster-klaster industri kecil dan agribisnis di pedesaan, serta industri kelautan, perikanan dan pariwisata maritim, yang didukung infrastruktur jalan selatan-selatan, menjadi pilihan strategis yang harus diwujudkan.
Renaisans Yogyakarta
Renaisans atau pembangkitan kembali budaya lama digunakan sebagai strategi kebudayaan untuk membangun peradaban baru Yogyakarta. Dengan mengadopsi Renaisans Eropa, mengadaptasi Renaisans Asia dan menyempurnakan Renaisans Jawa, Renaisans Yogyakarta diawali dengan menggali, mengkaji dan mengembangkan sumber-sumber ilmu pengetahuan canggih yang menghasilkan candi Borobudur dan Prambanan.
Bersamaan dengan itu, mencermati karya-karya susastra, seperti Serat Pararaton, Negarakertagama, Centhini, Wedhatama, Wulangreh. Dengan cara itu, selain guna memperkaya nilai-nilai filosofis yang mengajarkan kebajikan bagi bangsa, juga mencerahkan nalar,agar tercipta kondisi kondusif, berkembangnya seni dan sains seperti sejarah Renaisans Eropa.
Tetapi, keberhasilan membangun Borobudur itu, tidak dengan sendirinya menghadirkan wawasan kreatif tentang arsitektur dan teknologi bangunan canggih di masa kini.
Bangsa yang pernah membangun Borobudur, dapat menciptakan ‘Borobudur-Borobudur’ baru, atau historiografi setaraf Pararaton dan Negarakertagama, ensiklopedi selengkap Babad Tanah Jawa, atau pitutur luhur sekelas Wedhatama dan Wulangreh, selama bangsa ini tekun membuka diri terhadap sains dan teknologi baru, beradaptasi dengan kemajuan zaman.
Saat ini Yogyakarta menjadi pusat seni lukis dan patung di Asia Tenggara, yang menandai kebangkitan seni, seperti dulu Renaisans Eropa. Jika melihat Biennale Yogyakarta, seakan mengikuti jejak Michelangelo dengan karya masterpiecenya patung Pieta yang mengawali zaman Renaisans Eropa. Di Yogyakarta, kita temukan karya-karya patung terbesar di berbagai ruang publik yang ‘mengejutkan’ khalayak, sekaligus dinikmati pendatang.
Renaisans Yogyakarta yang dipayungi filosofi hamemayu hayuning bawana, dihidupi semangat gotong royong yang mengacu konsep manunggaling kawula-gusti dan golong gilig, diekspresikan oleh sikap satriya: sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh, memberikan vitalitas dan ruh baru dari pergeseran peradaban yang bergerak menuju ke Timur.
Strategi Renaisans Yogyakarta
Untuk mencapai visi 2017 dan misi tahun 2012-2017 melalui Renaisans Yogyakarta itu, adalah dengan mengembalikan nilai-nilai keluhuran, keutamaan dan jati diri berbangsa yang kini tidak lagi menjadi penuntun gerak bernegara, gerak pemimpin dan kerja birokrasi, serta gerak kehidupan seluruh elemen bangsa untuk menuju Indonesia yang bermartabat.
Arah Renaisans Yogyakarta
Arah Renaisans Yogyakarta dipayunhi kebijakan pembangunan kebudayaan dalam arti luas, sekaligus menjadikannya arus utama pembangunan. Riset global oleh Harvard Academy for International and Area Studies tahun 1990-an menguatkan bahwa, “Budaya menentukan kemajuan dari setiap masyarakat, negara, bangsa di seluruh dunia, baik di tinjau dari sisi politik, sosial, maupun ekonomi.
Budaya adalah strategi bertahan hidup (surviving) dan menang (wining), dan itulah takaran menilai tinggi rendahnya budaya. Yogyakarta memiliki budaya gotong royong, tepa salira, dan banyak karya susastra tinggi, yang menjadikannya daerah yang memiliki budaya tinggi (high culture).
Budaya tinggi tersebut hendaknya di-wiradat dan di upgrade menjadi budaya unggul yang berdaya saing di persaingan budaya global. Transformasi kultural yang diperlukan adalah memahami nilai-nilai dasar keunggulan global, yaitu saling percaya dan kultur managemen.
Menurut Francis Fukuyama, keunggulan Amerika bukan oleh teknologi atau uang, tapi karena memiliki social capital, yaitu trust. Menurut Peter F. Drucker, hanya manajemen yang memungkinkan organisasi mampu bekerjasa dan menciptakan nilai tambah.
Untuk itu bangsa kita harus menumbuhkan kultur keunggulan (culture of excellence) di semua bidang kehidupan. Manusia-manusia unggul demikianlahyang menghasilkan kitab Sutasoma, Negarakertagama, Serat Centhini, candi Borobudur atau pilar Sosrobahu di masa kini.
Bagaimana jika sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh itu dikupas lebih mendalam, sehingga menjadi bukan saja etika dan estetika tari, tetapi juga etos kerja, yang sekarang menjadi masalah dalam manajemen dan pembangunan kita?
Renaisans Kebudayaan hendaknya memanfaatkan tren pergeseran pusat peradaban ke timur, dengan menjadikan Yogyakarta laboratorium pengembangan budaya-budaya etnik nusantara utnuk penguatan ke-Indonesia-an kita. Melalui Renaisans Kebudayaan itulah yang mengantarkan “Yogyakarta Menyongsong Peradaban Baru”.
Usaha perikanan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, didominasi usaha tradisional yang mengalami keterbatasan dalam hal sarana prasarana untuk penanganan, pengolahan, distribusi ikan dan kurangnya aplikasi sistem rantai dingin paskapanen.
“Dinas Kelauatan dan Perikanan Gunung Kidul bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Dirjen P2HP dalam pemprakarsai inovasi daerah khusus perikanan,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Bambang Sudaryanto di Gunung Kidul, Rabu.
Ia mengatakan, inovasi yakni melalui diseminasi, transfer teknologi, dan memberikan fasilitasi sarana dan prasarana untuk sistem dingin berupa freezer, trays, cool box untuk mendukung penanganan paskapanen berupa sarana pemasaran bergerak (SPG) dan alat pengolahan berupa fish ball machine, presto machine dan fish bone separator.
“Dengan adanya inovasi, animo masyarakat Gunung Kidul dalam memanfaatkan ikan sebagai komoditas pangan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,” kata Bambang.
Menurut Bambang, tingkat konsumsi ikan masyarakat Gunung Kidul meningkat drastis. Kata dia, pengolahan hasil perikanan tidak hanya terbatas pada ikan goreng dan bakar. Berkembangnya inovasi dan teknologi pangan khususnya pengolahan dan pengemasan membuat produk olahan hasil perikanan semakin bervariatif.
“Masyarakat membuat makanan ringan seperti kerupuk, keripik, crispy, tahu, pudding, pastel sampai dengan makanan berat sepertu bubur ikan, dan berbagai resep makanan berbahan dasar ikan juga terus dikembangkan,” kata dia.
Kata dia, produk olahan ikan terbagi atas olahan ikan laut seperti ikan tuna, ikan sanem, keong laut, bandeng, rumput laut, dan olahan ikan darat sepertu lele, ikan patin, ikan nila dan ikan wader.
“Pemasaran hasil perikanan di Kabupaten Gunung Kidul telah mempunyai kapasitas produksi olahan hasil perikanan besar dan kontinyuitas produksi yang baik. Jaringan pemasaran hasil produksinya tidak hanya di lingkup kabupaten,” kata dia.
Benih ikan gabus (Chana striata)hasil pemijahan alami ini langsung siap dibudidayakan karena telah ‘diajari’ makan pelet.
Anakan ikan gabus hasil tangkapan di kolam mangkrak, sungai maupun genangan air biasanya hanya tertarik pada pakan yang bergerak. Tapi benih gabus hasil pembenihan pembudidaya di wilayah Bantul Jogjakarta bernama Andhi Raharjo ini mau memakan pakan pelet komersil. “Kami biasakan kasih makan pelet, supaya pembeli bisa membesarkannya dengan mudah menggunakan pakan pabrikan pula,” kata mahasiswa jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM ini.
Setiap bulan Andhi mampu menjual 10 ribu ekor benih ikan berkepala mirip ular ini. Pembeli berasal dari Pacitan, Lamongan, Madiun, Pati, Juwana, Bogor, bahkan luar pulau seperti Bali dan Kalimantan. Mereka rata-rata mendapatkan informasi dari website miliknya (www.benihikan.net) dan situs jual-beli online. Permintaan tertinggi biasanya menjelang bulan November.
Pemijahan Alami
Induk ikan gabus berasal dari tangkapan alam yang dibudidayakan secara alami, dan memijah sendiri. Pemilik bendera Andhi Fish Farm ini menyatakan tidak memijahkan secara khusus karena benih ikan gabus masih merupakan produk ‘sampingan’ selain gurami, nila,dan patin. Induk gabus akan memijah setelah umur 1 tahun dan mencapai bobot 1,5 kg. “Sebenarnya pada 7 – 8 bulan sudah bertelur. Tapi daya tetasnya rendah dan daya hidup anakannya tidak bagus,” papar Andhi.
Induk gabus dipelihara secara polikultur dengan nila di kolam sawah. “Sekarang ada 50 ekor induk, dengan rasio jantan : betina sebesar 1:3 – 1:4,” kata Andhi. Polikultur ini bisa dilakukan karena ikan gabus selalu berada di dasar kolam, sedangkan nila lebih suka berada di permukaan.
Menurut Andhi, seekor induk gabus bisa menetaskan 2.000 – 2.500 ekor larva, setiap 3 bulan sekali. Produksi telur/larva terbanyak pada musim menjelang penghujan. Sedangkan pada kemarau, produksi telur/larva sedikit dan intervalnya pun menjadi 4 bulan sekali. Terparah pada musim pancaroba, larva yang mampu bertahan menjadi benih hanya 10–20% saja.
Dibiasakan Makan Pelet
Andhi menyatakan,larva diambil dari kolam setelah mencapai rata-rata panjang 1 cm dan diameter 3–5mm. Pakan berupa cacing sutera membuatnya cepat tumbuh hingga mencapai panjang 3 -4 cm hanya dalam 2 minggu.
Setelah itu, benih gabus diberi pakan pelet apung khusus benih secara bertahap hingga umur 1 bulan. Saat itu sekaligus sebagai ‘seleksi’ alam karena 20–30% benih tak mampu menyesuaikan dan mati. Pada umur sebulan, benih telah berukuran 5-7 cm, dan siap dipindahkan ke kolam pembesaran atau dijual dengan harga Rp 1.000/ekor.
Pembiasaan memakan pelet bagi benih gabus ini dipercepat dengan mencampur benih nila ukuran 0,8 – 1 cm sebanyak 10 – 15% dari total benih gabus. Nila akan makan dengan cepat dan meningkatkan suasana persaingan makan sehingga ikan gabus mengikutinya.
Pembesaran
Andhi membagi tips agar berhasil membesarkan ikan gabus. “Kolam harus dalam, air tenang, tinggi air minimal 80 cm dan berwarna keruh/kehijauan karena ikan ini suka hidup di dasar yang gelap,” paparnya. Selain itu jarak permukaan air dengan bibir kolam harus tinggi karena ikan gabus besar suka melompat.
Kepadatan tebar optimal adalah 30 ekor/m2. Ikan gabus yang dibesarkan dari ukuran 5-7 cm dalam waktu 5-6 bulan akan menghasilkan ukuran panen 5 ekor/kg. “Kami telah mencoba, selama airnya bagus dan pakan cukup, daya tahan hidupnyabisa mencapai 90%,” tandas Andhi.
Pengembangan secara berkelanjutan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sering dihadapkan pada beberapa kendala seperti kontinuitas produksi, kualitas dan kuantitas produk, keterbatasan akses pasar, dan lemahnya kualitas pengelola usaha tersebut. Permasalahan tersebut juga kerap dihadapi oleh pembudidaya ikan air tawar di Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman. Untuk mendukung penyelesaian permasalahan tersebut, Bank Indonesia bekerja sama dengan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman serta Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada melaksanakan program pengembangan klaster ikan air tawar.
Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil menjadi Jawara pertama dalam national business plan Competition yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) dalam acara the 6th Management e[X]posed 2011 dengan tema “Ignite Your Creativity Into Visible Business”. Tim Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil unggul dari sepuluh (10) finalis lainnya yang berasal dari berbagai universitas, seperti UI, UPI, UNPAD, dan Prasetiya Mulya dimana sebelumnya untuk mencapai tahap finalis, telah dilakukan seleksi proposal tingkat nasional, dan dilanjutkan dengan presentasi tentang business plan pada tanggal 27-28 Desember 2011 untuk para finalis terpilih di Jakarta. (28/11/2011).
C&D Ngayogyakarto menjadi satu-satunya tim perwakilan UGM yang semuanya beranggotakan mahasiswa dari jurusan perikanan UGM dengan mengangkat tema business plan C&D (Chicken and Duck) Cereals sebagai judul proposal dimana memanfaatkan limbah ikan yang berprotein tinggi menjadi sebuah pakan ternak unggas.
Beberapa praktisi yang menjadi juri dalam event ini antara lain Managing Director Okezone.Com, Ronny Sugiadha; dosen FEUI, Isfiandiari Jafar serta Ades Aulia; Creative Industry. Rony Sugiadha berpendapat bahwa, “jadi ini produk yang berinovasi, yang selama ini pakan ternak dari jagung, dengan adanya inovasi C&D ini, pakan ternak bisa dari limbah ikan, yang menurut saya ini merupakan inovasi yang sangat besar sekali terhadap industri pakan ternak di dunia”.
Dari event the 6th Management e[X]posed 2011 diharapkan timbul sebuah ide kreatif dari mahasiswa untuk berwirausaha. Ajang perlombaan business planini merupakan sebuah langkah awal pengembangan kreativitas mahasiswa, sehingga nantinya diharapkan mahasiswa tidak akan berhenti pada proses pembuatan rencana bisnis semata namun dapat menggambil sebuah action untuk memulai sebuah usaha.
Jurusan Perikanan UGM bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan menyelenggarakan Kuliah Umum Dalam Rangka BULAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN dengan tema “Meningkatkan Kapasitas Industri Pengolahan Hasil Perikanan di Pasar Global” pada 12 November 2011. Indonesia merupakan salah satu produsen, eksportir, dan konsumen utama produk hasil perikanan dunia. Setelah China dan Peru, Indonesia menempati posisi ketika sebagai the big three produsen ikan dunia dari kegiatan perikanan tangkap. Sementara dari kegiatan perikanan budidaya, Indonesia menempati urutan ke-empat. Produksi perikanan nasional terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan capaian total produksi mencapai 9,8 juta ton di tahun 2009. Seiring dengan perkembangan yang melambat pada usaha perikanan tangkap, peran perikanan budidaya semakin menonjol, bahkan menjadi andalan di masa yang akan datang. Dari sisi ekspor, komoditas perikanan juga memiliki posisi yang sangat penting diantara komoditas pertanian. Total nilai ekspor perikanan Indonesia di tahun 2010 diperkirakan mencapai sekitar US$ 2,89 milyar. Dengan tingkat konsumsi ikan 32 kg/kapita/tahun dan jumlah penduduk mencapai 237,5 juta jiwa, Indonesia juga menjadi tujuan pemasaran hasil perikanan. Karena itu, usaha perikanan tidak hanya penting bagi 4,69 juta orang nelayan dan pembudidaya ikan yang menjadi pelaku utama usaha perikanan, tetapi juga diharapkan menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hasil perikanan telah menjadi komoditas yang mendunia. Menurut data FAO (2010) nilai ekspor hasil perikanan dunia pada tahun 2008 yang lalu mencapai US$102 miliar, meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan nilai 10 tahun sebelumnya. Bahkan jika dihitung net export (selisih antara total nilai ekspor dan total nilai impor) dan hasil perikanan dunia tersebut jauh di atas hasil-hasil pertanian lainnya seperti kopi, karet, pisang, daging, teh, dan lainnya, bahkan dengan peningkatan yang lebih pesat. Dengan kecenderungan semakin menglobalnya produk perikanan, Indonesia perlu terus berbenah agar dapat memanfaatkan peluang yang ada karena Indonesia telah diberkahi keunggulan komparatif dengan kekayaan sumberdaya ikan. Karena itu perbaikan diarahkan pada peningkatan keunggulan kompetitif dari produk perikanan sehingga mampu bersaing dan menambah nilai tambah produk perikanan. Berbagai perbaikan perlu terus dilakukan karena seiiring dengan globalisasi perikanan, produk-produk olahan hasil perikanan dari negara lain semakin mudah ditemukan seperti sushi, sashimi, dim sum, tom yam, dan lainnya dengan mudah diperloeh di rumah-rumah makan Jepang, Thailand, China, Korea, Thailand, serta jaringan pasar modern di kota-kota besar di tanah air. Untuk itu, industri perikanan nasional harus mampu meningkatkan dayasaingnya agar dapat bertahan dan meningkatkan posisinya dalam percaturan perdagangan ikan dunia.
Ikan dengan mutu biasa-biasa saja dan keamanannya yang tidak/belum terjamin, pasti akan kalah bersaing dengan produk sejenis dari negara pesaing yang lebih terjamin mutu dan keamanannya, terstandardisasi secara baik, serta harga terjangkau oleh daya beli masyarakat dunia. Untuk menghadapi hal ini, Indonesia perlu mempersiapkan produk perikanan yang berkualitas dan aman, yang terjamin sejak bahan baku, pascapanen, transportasi dan distribusi, sampai kepada konsumen akhir (from farm to table). Sebagai indikator keberhasilan persaingan produk perikanan adalah produk perikanan yang dihasilkan harus bermutu dan bergizi, bebas dari cemaran berbahaya, aman untuk dikonsumsi, dan diolah dengan teknologi yang ramah lingkungan.
Kuliah umum yang diselenggarakan oleh Jurusan Perikanan Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dalam rangka Bulan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, memberikan gambaran terkini tentang kondisi industri perikanan nasional. Kuliah Umum dilaksanakan di Auditorium Prof. Ir. Harjono Danoesastro Fakultas Pertanian UGM pada tanggal 12 November 2011, dengan menghadirkan empat orang narasumber yaitu Dr. Ir. Ketut Sugama, M.Sc., Ir. A. Bambang Sutejo, M.Si, dan Dr. Ir. Santoso, M.Phil dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Dr.Ir. Ustadi, M.P. dari Jurusan Perikanan UGM. Bahan kuliah umum tersebut dapat diunduh pada tautan berikut:
YOGYAKARTA – Potensi sumber daya budidaya perikanan di Indonesia sangatlah besar. Saat ini Indonesia menjadi Negara penyumbang bahan makanan dari budiaya perikanan terbesar ke-4 di dunia, sesudah China, India, Vietnam. Meskipun demikian, konsumsi ikan di Indonesia tidak merata, di luar jawa pada umumnya tinggi dari rata-rata (30,17 kg/kapita), sedangkan di Jawa lebih rendah bahkan kurang dari 20 kg/kapita.
Hal itu disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Rustadi, M.Sc., dalam pidato pengukuhan guru besar Fakultas Pertanian UGM yang berlangsung di ruang balai senat, Rabu (16/11). Menurut Rustadi, budidaya perikanan semakin penting peranannya secara nasional maupun global. Karena kontribusinya dalam penyediaan bahan makanan berprotein, lapangan kerja, pendapatan, lingkungan dan pengentasan kemiskinan sangatlah besar.
Namun demikian, beberapa tipe budidaya perikanan telah menurunkan keanekaragaman dan pencemaran genetik, konservasi lahan yang mengarah pada perusakan habitat dan pencemaran lingkungan dan wabah penyakit. “Upaya peningkatan produksi muncul beberapa kendala dalam budidaya perikanan karena masih kurang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan,” katanya.
Oleh karena itu, dia mengusulkan pembangunan berkelanjutan dalam budidaya perikanan seharusnya menerapkan budidaya perikanan sesuai daya dukung, pengembangan ikan dengan trofik makanan pendek, system budiaya polikukltur dan budidaya terpadu, penerapan budidaya yang ramah lingkungan, substitusi tepung dan minyak ikan dengan bahan alternatif, pengendalian penyakit dan penebaran benih tahan penyakit serta penerapan bio-safety.
Akibat penurunan keanekaragaman dan pencemaran genetik, konversi lahan, pencemaran lingkungn, wabah parasit dan penyakit, perlu diatasi dengan menerapkan budidaya ikan sesuai dengan daya dukung, budidaya ikan dengan trofik makanan pendek, sistem polikultur dan terpadu, pengelolaan budidaya perikanan yang ramah lingkungan, pengendalia penyakit dan penggunaann benih tahan penyakit dan biosafety. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Asian Cross-Cultural Exploration (ACCE) Programme 2012 in Korea
Asian Cross-Cultural Exploration (ACCE) Programme merupakan proyek antara ASEAN University NEtwork (AUN) dan Multicultural Education and Research Institute (MERI), Yeungnam University. Program ini bermaksud untuk mempromosikan pertukaran dan saling pengertian dari pemuda ASEAN-Korea dan membangun sebuah komunitas kebudayaan on-line. Program ini terdiri dari dua sub-Program. Program sub-pertama adalah Asian Cross-Cultural Exploration (ACCE) Program. Program ini mengundang para pemuda dari negara-negara ASEAN dengan Republik Korea (ROK), memberikan kesempatan untuk bertukar ilmu dan kebudayaan dengan pemuda Korea dan begitu pula sebaliknya. Mereka akan memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi budaya Asia (musik dan seni budaya), mendalami keragaman budaya di wilayah ini, dan untuk mencari kemungkinan kolaborasi kreatif kebudayaan Asia.
Program ini diharapkan akan memberikan kontribusi dengan caranya sendiri untuk penciptaan komunitas Asia Timur, Khususnya pilar sosial-budaya masyarakat, dengan meningkatkan saling pengertian dan kesadaran di antara pemuda negara ASEAN dan Korea mengenai budaya masing-masing. Program ini ditujukan kepada mahasiswa S1 yang berminat dan memiliki bakat dalam bidang musik tradisional atau modern, melukis, menari, membatik, carving (mengukir/menatah: batu/kulit/kayu), dalang dan seni lainnya yang termasuk kriteria AUN.
Persyaratan:
- Formulir ACCE yang diisi
- Transkrip nilai asli dalam bahasa Inggris
- Biodata atau resume
- 2 foto (35 x 45 mm)
- Fotokopi paspor
- Hasil tes kemampuan berbahasa Inggris (sertifikat TOEFL score)
- Applicant assessment form
- Umur antara 17-24 tahun
- Memiliki pengalaman dalam kegiatan musik atau bisa/sedang belajar seni
- Dalam bidang arts, pelamar mohon melampirkan foto karyanya
Kelengkapan persyaratan harap dikirimkan paling lambat tanggal 15 November 2011 ke alamat email aun.korn@gmail.com. Hasil seleksi akan diumumkan tanggal 30 November 2011.
Unduh berkas:
[download id=”1″]
Mahasiswa Perikanan UGM meraih juara pada Lomba Inovasi Pengembangan Produk Perikanan yang diadakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.